Tuesday, March 27, 2012

Politik Adu Jangkrik

Membaca sejarah, Indonesia pernah dijajah Belanda tiga setengah abad dan dijajah Jepang tiga setengah tahun. Di masa penjajahan Belanda, ada istilah devide et impera. Kurang lebih artinya politik adu domba. Mengingat kegigihan dan kekompakan para pejuang Merah Putih, Belanda menerapkan siasat adu domba. Dengan menyebar fitnah atau merayu plus iming-iming, para pejuang diadu domba. Di sinilah para penghianat mulai bermunculan.

Dengan cara begitu, maka kekuatan para pejuang Merah Putih menjadi berkurang. Maka para Kompeni akan semakin mudah menumpas kaum ekstremis. Kompeni bergerak bersama para demang-demang penghianat menumpas pejuang sejati. Begitulah akal licik kompeni dalam menghancurkan kaum ekstremis.

Dalam praktik penyelenggaraan pemerintah, tak jarang taktik adu domba juga digunakan. Demi mengamankan kepentingan tertentu, pemerintah bisa menggunakan tangan-tangan masyarakat. Melalui penyusupan intelejen, pemerintah mengadu domba rakyatnya sendiri. Tidak mudah untuk dibuktikan tetapi bukan tidak mungkin hal itu terjadi. Mungkin inilah yang sering disebut dengan istilah manajemen konflik.

Mungkin bukan hanya dalam penyelenggaraan negara manajemen konflik diterapkan. Bisa jadi di dalam sebuah organisasi atau perusahaan pun hal itu dijalankan. Perhatikan dan amati organisasi atau perusahaan di mana kita berada. Jika ada manajemen konflik yang memang sengaja diciptakan, maka itulah politik adu jangkrik.

Lantas, bagaimana kalau yang diadu itu Tomcat? Silakan saja dicoba kalau mau menanggung risikonya. Salah-salah bisa tangan atau badan Anda yang melepuh karenanya.

Sunday, March 25, 2012

Ketika Saya Tertarik Menulis

Membaca dan menulis ibarat dua sisi mata uang, meski tak sama namun tak dapat dipisahkan. Orang bisa membaca bisa karena ada yang menulis. Begitu juga menulis bisa terlaksana karena ada yang membaca. Meski demikian, tidak semua pembaca menyadari keberadaan dan pentingnya penulis. Beda dengan penulis yang senantiasa menyadari keberadaan dan pentingnya pembaca. Tanpa pembaca, penulis tak ada artinya.

Sejak mengenal huruf a sampai z saat kelas satu sekolah dasar, saya sudah senang membaca. Membaca apa saja, mulai dari buku pelajaran, buku cerita hingga surat kabar dan majalah. Karena orang tua saya bukanlah orang yang mampu, maka yang saya baca adalah Koran dan majalah bekas. Kegemaran membaca itu tetap terpelihara hingga dewasa saat sudah bekerja.

Namun bertahun-tahun menjadi pembaca, tak pernah terbersit di pikiran untuk menulis. Padahal kalau menengok jauh ke belakang, dulu saya sebenarnya suka mengarang. Saya selalu senang mengerjakan tugas mengarang saat kelas enam sekolah dasar dan kelas satu sekolah menengah pertama. Di masa itu, pelajaran bahasa Indonesia selalu menyertakan tugas mengarang ketika pelaksanaan tes hasil belajar atau ujian semester sekarang. Saat kelas tiga sekolah menengah pertama saya juga pernah mengikuti lomba mengarang tingkat kabupaten. Meski tak berhasil meraih juara, namun setidaknya hal itu memperlihatkan bibit menulis yang saya miliki. Sayangnya saya tak pernah menyadari hal itu.

Sampai suatu saat, saya membaca sebuah artikel di Koran Republika tanggal 11 Juli 2003 berjudul “Ada Cerpenis di Lantai VI”. Artikel yang ditulis oleh Irwan Kelana itu menceritakan tentang kegiatan beberapa pemuda karyawan gedung Depdiknas. Mereka adalah Poniran, Gunadi, Muslim, Sarno dan Marzuki. Hanya dengan bekal ijazah SMA, mereka memberanikan diri mengadu nasib di Jakarta. Siang hari mereka bekerja sebagai office boy dan  satpam, malam hari mereka gunakan untuk belajar menulis cerpen. Mereka belajar kepada seorang cerpenis senior, Hudan Hidayat.

Selain mengajarkan menulis cerpen, Hudan Hidayat juga menyuntikan motivasi kepada mereka. “Kemajuan dan perubahan bisa digapai lewat penciptaan kreatif. Kalian bukan pegawai negeri. Nah kalian bisa menggapai itu melalui kegiatan menulis cerpen”. Demikian pesan Hudan Hidayat kepada mereka. 

Selesai membaca artikel itu, saya penasaran. Saya ulangi lagi membacanya, memang menarik.  Ketertarikan tak lepas dari kondisi saya yang tak jauh berbeda dengan para cerpenis muda itu. Hanya lulus SMA dan bekerja sebagai karyawan kelas bawah membuat masa depan tidak jelas. Mau minta naik gaji sulit, mau naik pangkat juga rasanya berat. Karir saya sudah mentok. Sampai kapan pun akan tetap begini-begini saja.

Setelah membaca dua kali artikel itu, saya pun mengamini apa yang dikatakan Hudan Hidayat. “Kemajuan dan perubahan bisa digapai lewat penciptaan kreatif”. Untuk menggapainya yaitu dengan cara menulis. Itulah awal mula ketertarikan saya terhadap dunia tulis menulis. Sejak saat itu, saya mulai rajin belajar dan rutin menulis. Menulis apa saja, tak peduli bagus atau jelek yang penting menulis dan terus menulis.

Saturday, March 24, 2012

Buah Asli Tanah Negeri

Beberapa hari yang lalu, beberapa media memberitakan tentang tersingkirnya buah-buahan lokal dari buah-buahan impor. Salah satu penyebab hal itu adalah bahwa buah impor lebih menarik dalam hal kemasan. Selain itu, menariknya kemasan buah impor ditengarai berformalin. Padahal formalin adalah bahan berbahaya bagi tubuh.

Indonesia adalah negeri agraris yang terletak di garis katulistiwa. Koes Plus pernah mengatakan dalam lagunya “Kolam Susu” bahwa tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Benar, apa saja bisa tumbuh di negeri nan subur, negeri nusantara. Ribuan tanaman tumbuh di tanah surga ini, termasuk tanaman buah-buahan. Dari buah yang sudah dikenal umum dan biasa dimakan hingga buah yang masih asing di pedalaman hutan belantara. 

Bukan tak mungkin masih banyak jenis buah-buahan yang belum dikenal dan belum dimanfaatkan. Buah yang telah umum dikenal dan dikonsumsi seperti jeruk, mangga, rambutan, dukuh, durian, Pisang, nanas, nangka, semangka, melon, manggis, sirsak, sarikaya dan masih banyak lagi. 

Diantara buah itu juga masih bermacam jenis. Ada mangga indramayu, mangga aromanis, mangga golek dan sebagainya. Jeruk pun demikian, ada jeruk medan, jeruk Pontianak, jeruk bali dan sebagainya. Dukuh dan pisang pun demikian, ada beragam jenis.

Menjadi sangat mengherankan jika belakangan muncul berita bahwa buah lokal tergusur oleh buah impor. Tak dapat dipungkiri kalau tampilan kemasan memang penting untuk memikat daya tarik. Tetapi selain itu, ada sebab lain yang menyingkirkan buah lokal. Sikap dari masyarakat kita sendiri yang kurang menghargai produk lokal. Segala sesuatu yang tampilannya oke apalagi dari luar negeri dianggap lebih menarik. Padahal kenyataannya tidaklah selalu demikian.

Jadi  semua kembali kepada sikap masyarakat kita sendiri. Jika ingin negeri ini semakin maju, maka harus menghargai produk dalam negeri. Tak terkecuali buah-buahan. Mulai sekarang, mari makan buah-buahan asli tanah negeri sendiri. Dengan begitu, kita menghargai dan menghormati saudara, kerabat atau leluhur kita sendiri. Mereka telah bersusah payah bertani dan berkebun untuk menghasilkan beragam hasil buah-buahan.

Makan buah lokal? Kenapa tidak!

Monday, March 19, 2012

Menjaga Kesehatan

Belakangan cuaca semakin tidak menentu. Siang hari panas menyengat, sore hari hujan datang tiba-tiba. Tidak jarang disertai hembusan angin kencang. Malam hingga pagi terkadang dingin menyengat. Di rumah, di kantor, di sekolah atau di kampus tidak sedikit kita temui orang-orang yang sakit. Batuk, pilek, demam, radang tenggorokan atau bahkan tipus. Orang-orang terdekat di keluarga, saudara, teman atau tetangga ada saja yang terkena sakit.
Kalau kita amati, cuaca dan kondisi lingkungan memang semakin tidak menentu. Berbagai macam penyakit juga semakin mudah datang. Oleh karena itu, mau tak mau kita harus semakin peduli terhadap kondisi yang ada. Kita harus senantiasa memperhatikan cuaca dan lingkungan di sekitar kita. Selain itu kita juga harus menjaga kondisi fisik kita agar tetap fit dan prima.
Berikut beberapa tips yang mungkin bisa berguna.
  1. Makan dan minum yang teratur. Kondisi fisik yang fit dan prima bisa menghindarkan kita dari berbagai serangan penyakit. Dengan kondisi badang yang sehat maka daya tahan tubuh kuat. Namun karena kesibukan, sering kali banyak orang yang menunda atau bahkan lupa makan dan minum. Akibatnya makan telat waktu dan tidak teratur, minum air putih juga kurang. Jika sudah seperti ini maka kondisi fisik pasti menurun karena kesibukan yang tinggi tidak diimbangi asupan makan dan minum yang teratur. Makan dan minumlah yang teratur. Makan tiga kali sehari dan minum air putih  minimal 8 gelas per hari.
  2. Istirahat yang cukup. Hidup di jaman sekarang dan tinggal di kota-kota besar apalagi Jakarta, 24 jam sehari rasanya memang tidak cukup. Persaingan hidup yang semakin tinggi membawa konsekuensi tuntutan juga semakin tinggi pula. Demi memenuhi semua tuntutan itu, tak jarang orang bekerja sampai larut malam bahkan hingga dini hari. Banyak orang yang beristirahat hanya 2 sampai 3 jam sehari. Padahal istirahat yang cukup seharusnya antara 6 hingga 8 jam sehari. Perlu sekali diingat bahwa apa yang kita usahakan untuk dinikmati. Kalau kita sakit-sakitan maka apa yang kita upayakan mati-matian itu menjadi tidak ada artinya lagi.
  3. Jagalah kebersihan. Pepatah mengatakan bahwa kebersihan pangkal kesehatan. Kebersihan di sini tentu kebersihan jasmani dan rohani. Untuk menjaga kebersihan jasmani, mandi dua kali sehari dan sering-seringlah cuci muka, tangan dan kaki. Terutama cuci tangan sehabis makan, seusai memegang sesuatu yang mungkin kotor, uang dan sebagainya. Apalagi setelah berjabat tangan dengan orang yang sedang sakit. Selain fisik, kebersihan rohani juga sangat berperan terhadap kesehatan kita. Pepatah orang bijak mengatakan bahwa penyakit berasal dari pikiran kita sendiri. Untuk menjaga kebersihan rohani, sebagai seorang muslim tentu solat wajib tepat waktu. Agar semakin bersih, jangan lupa ditambah solat sunah, doa dan dzikir-dzikir lainnya.
  4. Hindari tempat terbuka terlalu lama. Tempat terbuka memungkinkan orang terkena langsung terik matahari, hujan dan angin.  Kondisi tersebut menyebabkan orang mudah terkena penyakit. Oleh karena itu, jika memungkinkan hindari tempat-tempat terbuka seperti di lapangan, jalanan, atau di tempat terbuka lainnya. Kalau tidak memungkinkan maka usahakan jangan terlalu lama berada di sana. Namun jika di tempat itulah tempat tugas dan aktifitasnya, maka berjagalah dengan mengenakan pakaian pengaman seperti jaket, mantel, topi atau payung terutama saat hujan.
Lebih baik mencegah dari pada mengobati. Semoga bermanfaat. Tetap semangat, tetap sehat dan sukses selalu.

Thursday, March 15, 2012

Wong Gunung itu Luar Biasa!

Saya sudah lama terinspirasi menulis tentang wong gunung, orang gunung. Inspirasi itu saya peroleh saat saya pulang kampong lebaran beberapa waktu silam. Suatu saat pulang kampung ke Purbalingga memilih jalan melalui Pemalang. Perjalanan antara Pemalang – Purbalingga, terutama mulai dari Randudongkal sampai Bobotsari adalah daerah pegunungan.

Sore hari saya melintasi daerah itu. Saya menyaksikan orang-orang di sana menikmati sore hari di pinggir-pinggir jalan. Bercengkerama satu dengan yang lainnya. Sementara di tangan-tangan mereka, tergenggam HP-HP yang mungkin saja merek-merek canggih dan keluaran terbaru.  

Saya baru kesampaian menulis tentang Wong Gunung hari Sabtu (10/3-2012) setelah bebera saat menyaksikan tayangan di Trans TV tentang seorang siswi SMP di kawasan pegunungan Tengger, Jawa Timur. Saya lupa apa judul acaranya dan cerita persisnya. Saya hanya menangkap cerita betapa berat perjuangan seorang siswa untuk menuntut ilmu di bangku sekolah. Dia dan teman-temannya harus menempuh jarak yang cukup jauh, berliku, naik turun melalui leneng dengan berjalan kaki. Siswi tersebut bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Cita-cita yang sangat mulia.

Jaman dulu ketika saya masih tinggal di kampung, wong gunung atau orang gunung itu identik dengan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Orang gunung juga identik dengan orang kampung.  Walau begitu tidak semua orang kampung itu orang gunung. Misalnya saya, meski lahir di kampung, namun kampung saya bukan di daerah gunung atau pegunungan. Gunung atau pegunungan memiliki ketinggian tertentu dan ditandai dengan jalan mendaki untuk mencapainya. Kampung saya adalah dataran rendah yang menghampar rata, tak ada tanjakan atau turunan.

Meski demikian kampung saya relatif tak terlalu jauh dari kampung-kampung yang berada di pegunungan. Oleh karena itu dalam keseharian tak jarang saya bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang gunung. Hal itu terjadi seperti di pasar, di sekolah atau di instansi pemerintah. Dari bergaul dan berinteraksi itu, saya jadi tahu bahwa orang gunung itu memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan itu adalah kekuatan fisik dan mental mereka yang lebih disbanding orang yang tinggal di dataran rendah.

Entah karena terbiasa naik turun dan melalui jalan medan yang relatif sulit, rata-rata mereka meliki fisik yang lebih kuat. Begitu pun dengan mental. Terbiasa menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan sehari-hari membuat mental mereka tak pantang menyerah.

Jadi  jangan anggap remeh dan menyepelekan orang gunung. Jangan samakan orang gunung jaman dulu dengan sekarang. Dan yang paling penting adalah bahwa orang gunung itu bahkan memiliki beberapa kelebihan. Mereka memiliki kekuatan fisik dan mental yang jauh lebih kuat. Mereka tahan banting dan pantang menyerah. Seperti yang tergambar pada seorang siswi SMP Negeri di kawasan Tenger Jawa Timur yang bercita-cita menjadi seorang guru.

Wong Gunung, memang Luar Biasa!

Tuesday, March 06, 2012

Mengapa Saya Jadi Pelupa?

Hari ini, Rabu, 7 Maret 2012. Timnas U-21 Indonesia akan berhadapan dengan Vietnam pada laga semi final Hassanal Bolkiah Trophy (HBT) 2012 di Brunei Darussalam. Pertandingan berlangsung pukul 15.00 WIB dan disiarkan langsung oleh RCTI. Banyak hal setiap hari yang harus saya ingat. Belakangan, saya sering lupa tentang sesuatu yang seharusnya saya lakukan.

Tanggal 28 Februari lalu, kealpaan penting pertama yang saya lakukan. Sudah jauh-jauh dan susah payah dari Ciputat ke UPBJJ UT Rawa Mangun, ternyata saya sudah telat untuk melakukan registrasi. Menurut petugas UPBJJ UT, batas registrasi tanggal 29 dimaksud adalah batas akhir pembayaran. Sementara untuk melakukan registrasi atau pembayaran, terlebih dulu harus mengambil LTR, Lembar Tagihan Registrasi. Batas akhir pengambilan LTR adalah tanggal 22 Februari 2012. Jadi hal itu terjadi sebenarnya bukan semata karena saya lupa, tapi lebih pada salah persepsi. Tetapi apapun itu, saya dinyatakan telat melakukan registrasi tahun 2012.1. Terpaksa harus cuti dan menunggu satu semester lagi. Apa boleh buat.

Kealpaan kedua adalah tanggal 1 Maret 2012. Kamis, 1 Maret 2012 pagi, saya baru saja selesai mandi. Seorang karyawan OB yang kebetulan hari itu berangkat karya wisata bersama para siswa mengirim SMS, “Mas nanti tolong absenin, soalnya absennya belum diganti”. Astaghfirullah, saya lupa menyiapkan dan mengganti absensi.  Padahal itu adalah bagian dari tugas dan tanggung jawab saya. Tanpa sarapan pagi terlebih dulu, saya langsung bergegas berangkat untuk menyiapkan absensi.

Entah karena usia semakin bertambah atau semakin banyak dan beragam hal dan persoalan yang harus dipikir dan dilaksanakan. Hiruk pikuk dan ragam persoalan membuat saya semakin tenggelam ke dalam rutinitas.  Entahlah, yang jelas belakangan saya sering lupa.

Apa pun sebabnya, saya tak ingin kealpaan itu terulang kembali. Tugas dan kewajiban pokok dan hal-hal rutin jangsn sampai lupa lagi.  Satu hal lagi yang tak boleh lupa adalah menulis dan mengapdet blog.

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...