Saturday, March 21, 2015

Save Etika Sopan dan Santun

Akhir-akhir ini hati saya dibuat resah. Hampir setiap hari, baik di Medsos maupun di media mainstream, saya membaca sebuah argument yang menurut saya menyesatkan. “Dari pada bersikap sopan, santun penuh etika, tetapi penipu dan mencuri uang rakyat, lebih baik kasar, garang dan tak beretika, namun membela kebenaran dan melawan koruptor atau pencuri uang rakyat”. Argumen ini sedang ramai diperbincangkan masyarakat belakangan ini.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan argument itu. Namun saya sebagai orang tua dan orang yang bekerja di dunia pendidikan, sangat resah dibuatnya. Bukan tidak mungkin banyak orang yang akan salah mengambil kesimpulan dari argument tersebut. Bisa saja orang akan menyimpulkan bahwa orang yang sopan, santun dan beretika itu penipu, pembohong dan mencuri uang rakyat. Sebaliknya, orang yang garang, keras dan tak beretika itu pasti orang yang baik. Orang yang seperti itulah yang membela kebenaran dan melawan koruptor.

Masih Perlukan Etika, Sopan dan Santun?

Berawal dari perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok dengan DPRD DKI terkait anggaran Pemda DKI tahun 2015. Ahok menuduh DPRD menyelipkan anggaran siluman yang nilainya tak sedikit, 12,1 T. Ahok berang, DPRD pun tak terima tuduhan itu. Ketika perseteruan semakin memanas, pihak Kemendagri pun turun tangan.

Setelah melakukan pertemuan dengan kedua belah pihak secara terpisah, Kemendagri mempertemukan keduanya tanggal 5 Maret 2015 lalu. Tujuannya adalah untuk mencari titik temu dan kesepakatan. Dalam mediasi tersebut, Sekjen Kemendagri, Yuswandi A. Tumenggung bertindak sebagai mediator.

Sayang pertemuan tersebut menemui jalan buntu setelah tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Lebih dari itu, berakhir ricuh. Ahok marah-marah dengan jari tangannya menunjuk-nunjuk kea rah anggota DPRD. Sebaliknya, beberapa anggota DPRD juga berbicara lantang kepada gubernur Ahok. Bahkan konon sempat terdengan teriakan tidak etis di ruang pertemuan itu.

Melawan Ngantuk dengan Menulis

Obat ngantuk umumnya cuma dua, ngopi atau tidur. Bagaimana kalau kita cari obat yang lain. Apa itu? Menulis. Ya benar, menulis. Memang terasa ganjil, aneh dan sepertinya tidak mungkin. Jangankan menulis yang butuh konsentrasi dan pemikiran dalam, untuk menjaga mata tetap melek saja butuh perjuangan yang berat. Bagaimana bisa?

Bisa, caranya lakukan menulis dengan segera. Bergegaslah ke depan komputer atau laptop dan nyalakan. Mulailah menulis apa saja. Masalah berikutnya yang akan dihadapi adalah soal ide, mau menulis apa. Ini memang tidak mudah apalagi dalam kondisi sedang mengantuk. Namun tidak usah khawatir, pastikan dulu semangat untuk menulis. Ingat pesan para penulis senior, menulislah apa yang ada di pikiran. Sengantuk-ngantuknya orang, pasti tetap ada yang dipikirkan. Apa pun itu, tulis saja.

Mungkin sebelum ngantuk sempat memikirkan cicilan motor atau mobil yang belum sempat terbayarkan. Itu ide bagus dan bisa dikembangkan. Kita bisa menulis tentang bagaimana pesatnya perkembangan bisnis lising dan pembiayaan kendaraan bermotor. Bisa juga menulis tentang  bagaimana menciptakan atau mencari peluang bisnis sampingan agar mendapat dana tambahan untuk membayar angsuran kredit kendaraan bermotor.

Sesungguhnya Menulis itu Sulit (4)

Karena banyak orang bilang menulis itu gampang, maka saya pun semangat untuk menulis. Bermodal membaca koran, nonton televisi dan browsing internet, inspirasi pun bermunculan. Ide dan gagasan sudah sudah di kantong. Semangat pun sudah menyala. Tunggu apa lagi. Setelah segala perlengkapan disiapkan termasuk secangkir kopi plus ubi rebus, mulailah saya menulis.

Tak tik tok, tak tik tok, bunyi tuts laptop Toshiba keluaran empat tahun silam. Satu kalimat pembuka lancar. Disusul kalimat-kalimat berikutnya hingga tersusun dua alinea. Begitu masuk ke alinea ketiga, baru satu kalimat mandeg. Dua tiga menit ditunggu-tunggu nggak keluar juga itu kalimat. Buntu. Orang Depok bilang itu namanya Writer’s Block.

Apa itu Writer’s Block? Menurut Brahmanto Anindito dalam tulisannya, “Banyak Jalan untuk Merontokkan Writer’s Blok,” di warungfiksi.net, Writer’s Block adalah fenomena hilangnya secara sementara kemampuan seorang penulis dalam memulai atau melanjutkan tulisannya. Fenomena macet saat menulis ini bukan hanya dialami oleh penulis pemula, bahkan penulis profesional pun pernah mengalaminya.

Friday, March 06, 2015

Menulis dan Lupakanlah!

Menulis di Kompasiana tentu punya tujuan dan keinginan agar tulisannya banyak dibaca orang. Target atau sasaran utama adalah tulisan bisa nangkring di HadLine (HL). Kalau itu terjadi, maka betapa bangga dan hati berbunga-bunga. Atau kalau pun itu nggak tidak tercapai penulis akan puas kalau jumlah pembaca tulisannya mencapai ratusan orang bahkan ribuan.

Atas dasar itulah, maka banyak Kompasianer yang memang expert dan ahli memberikan tips-tipsnya. Seperti misalnya Dean Ridone dalam tulisan  Mau Tulisan Kita di-HL atau Boneka Lilin dengan tulisannya Trik Agar Tulisan di Kompasiana Menjad HL.  Ada juga tulisan Pak Gunawan, Bagaimana Supaya Tulisan HL dan masih banyak lagi tulisan yang berisi tips-tips agar tulisan bisa masuk menjadi HeadLine (HL).  Silakan baca, pelajari dan praktikan. Jika rajin dan tekun mempelajarinya serta dan telaten mempraktikkannya, insya Allah berhasil.

Sesungguhnya Menulis itu Sulit (3)

Kesulitan ketiga yang biasanya dihadapi calon penulis adalah membuat tulisan yang baik dan menarik. Banyak orang telah melewati kesulitan pertama dan kedua. Dia sudah mampu menemukan ide dengan mudah. Begitu juga mengolah dan mengembangkannya. Namun tidak sedikit orang yang menulis asal menulis. Jangankan menarik, menyusun rangkaian kata dan kalimat saja masih berantakan. Kalimat-kalimat yang sangat panjang, tidak jelas batas antar alinea, bahkan masih banyak yang belum bisa membedakan antara kata depan dan awalan.

Sebagai seorang editor di sebuah harian online berbasis pewarta warga, saya sering menemukan kesalahan-kesalahan yang sangat mendasar. Ada penulis yang menulis sebuah kalimat yang sangat panjang hingga satu alinea hanya berisi satu kalimat. Ada lagi penulis yang belum bisa membedakan mana di yang awalan mana di yang kata depan, sehingga penggunaannya terbalik-balik. Kesalahan lainya adalah sebuah alinea yang berisi dua atau lebih pokok bahasan. Bahkan masih ada juga penulis yang belum paham dalam penggunaan huruf kapital untuk nama orang, nama kota dan sebagainya.

Ibarat sebuah masakan, tidak cukup hanya sekadar dimasak dan kemudian dihidangkan begitu saja. Masakan yang enak akan terlihat dari tampilan dan tercium dari aromanya. Jika tampilan dan aromanya saja sudah heemm, orang tentu akan tertarik untuk mencicipinya. Begitu pun dengan sebuah tulisan. Bagaimana orang akan tertarik untuk membacanya, jika susunan kata dan kalimatnya sudah berantakan? Orang akan mengabaikan bahkan mungkin mencapakan tulisan seperti itu. Boro-boro bisa dimuat di media massa atau dibukukan, editor pun akan enggan untuk membacanya.

Kalau begitu menulis itu ternyata sulit yah? Ya, untuk menulis yang baik dan menarik itu memang tidak mudah. Dibutuhkan keterampilan dan  pengetahuan dasar tentang tata bahasa. Namun jangan khawatir karena untuk mengatasi hal itu sangatlah gampang dan sederhana. Keterampilan otomatis akan diperoleh siapa saja yang rutin berlatih menulis. Jadi, agar terampil menulis, ya harus rajin dan terus-menerus menulis. Menulis apa saja.

Pengetahuan tata bahasa juga sebenarnya bukanlah perkara baru. Sejak di SD, SMP dan SMA kita selalu ketemu pelajaran Bahasa Indonesia. Ingat-ingat itu, semua pasti telah kita pelajari. Jika lupa, coba cari dan baca buku-buku itu di Perpustakaan. Kalau tidak ketemu juga, cari di Toko Buku. Kalau tidak ada juga, sekarang jaman online, cari di google. Gampang.

Jika kita telah terampil menulis dengan sedikit pengetahuan kebahasaan, tulisan kita akan lebih baik dan insya Allah menarik.

Salam Menulis.

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...