Udara malam sudah mulai
terasa dingin saat Bus Shelota Wisata meninggalkan rumah makan Pringjajar
Pemalang. Bus yang membawa rombongan Pelepasan Kelas IX SMP Islam Al Syukro
Universal melaju ke arah timur,
menyusuri pantai utara Jawa Tengah.
Saya coba cerita
sedikit tentang jalan di pesisir pantai utara Jawa lebih dikenal dengan sebutan
Pantura. Adalah jalan yang membentang sepanjang
1.316 km dan melewati 5 propinsi mulai dari Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. 1000 km jalan ini dibangun pada masa Gubernur Jenderal
Herman Willem Daendeles pada tahun 1808.
Jalan yang membentang
dari Anyer sampai Panarukan ini dulu dikenal sebagai De Grote Posweg atau Jalan
Raya Pos. Disebut demikian karena setiap 4,5 km dibangun pos sebagai tempat
perhentian dan penghubung pengiriman surat.
Pemalang adalah salah
satu kota di Jawa Tengah yang berada di jalur Pantura. Rute menuju ke Malang,
akan melewati Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang dan seterusnya. Sayang bus
melewati jalur ini di waktu malam hari. Apa boleh buat, saya sama sekali tidak
tahu saat bus melewati kota Pekalongan dan Batang. Padahal ini adalah kali
pertama saya melewati kota itu.
Saya baru terbangun saat salah seorang siswa yang duduk di belakang saya memanggil dan memberitahu temannya. “Lihat deh sebelah kiri, serem ya,” kata dia.
Saya terbangun dan
melihat ke arah sebelah kiri dari jendela bus. Hutan belantara denga
pohon-pohon yang tinggi dan gelap. Jalanan berliku dengan tikungan yang sangat
tajam. Saat saya terbangun, saya hanya mendapati sekitar tiga tikungan. Dua
tikungan diantaranya ada seseorang di sana dengan lampu senternya seperti member
tahu setiap pengendara untuk berhati-hati.
Saya bergumam dalam
hati, “Apa ini yang disebut dengan alas roban yang penuh mitos dan sangat
melegenda itu ya?" Untuk memberi gambaran, saya coba tampilkan di bawah ini foto alas roban yang saya ambil dari artikel berjudul "Kenapa Jalur Alas Roban Sangat Menyeramkan Bagi Para Pemudik" di www.winnetnews.com. Saya tidak bisa memastikan soal keabsahan foto tersebut.
Alas Roban adalah salah satu jalur Pantura dengan tanjakan curam dan kelokan tajam, Kanan-kiri hutan dengan pohon-pohon tinggi dan kurangnya penerangan. Terletak di kecamatan Gringsing kabupaten Batang. Alas Roban menghubugkan kota Batang dengan kota Weleri di kabupaten Kendal.
Saat ini jalur alas
roban ada tiga jalur yang bisa dilewati. Jalan Poncowati atau jalan Sentul Alas
Roban (jalur lama), jalur lingkar selatan dan jalur utara (jalur pantura).
Jalur lama biasanya banyak dilewati truk gandeng dan bus. Jalur lingkar selatan
juga dilewati truk besar, sedangkan jalur utara banyak dilewati kendaraan
pribadi.
Lewat jalur mana bus
Shelota Wisata yang saya tumpangi? Tidak tahu karena saat melewatinya saya
tertidur. Saya juga enggak sempat menanyakan hal itu. Saya hanya bisa menduga, Bu
Shelowa Wisata yang saya tumpangi mungkin lewat jalur lama. Entahlah.
Soal mitos dan keangkeran jalur ini, saya tidak perlu ceritakan di sini karena saya yakin sebagian besar pembaca sudah tahu. Bagi yang belum tahu, silakan searching saja di google. Saya sendiri sudah mendengar cerita soal alas roban sejak kecil. Saya dengar dari cerita-cerita para orang tua.
Bukan sekadar bercerita, para orang tua berpesan bahwa kalau kita mau melewati tempat yang angker, seperti alas roban, kita harus berhati-hati, selalu mengingat Yang Maha Kuasa sambil mengucapkan Sluman, Slumun, Slamet. Entah apa artinya, kecuali saya hanya bisa menebak kalau intinya agar kita bisa selamat melewati lokasi itu.
Tanpa mengabaikan pesan para orang tua, ucapan sluman, slumun, slamet saya ganti dengan doa: "Bismillahi tawakaltu 'alallahi wala khaula wala kuwata ila billahil 'aliyil 'adziim."
Setelah tikungan terakhir, bus memasuki jalur yang normal dan perkampungan. Saya lihat di sebelah kiri jalan, ada rumah, ada warung, ada toko, ada tanda-tanda kehidupan masyarakat d sana. Kemudian kembali saya tertidur pulas. Apa boleh buat, memang waktunya istirahat. Sekitar jam sebelas malam saat itu.
Bukan sekadar bercerita, para orang tua berpesan bahwa kalau kita mau melewati tempat yang angker, seperti alas roban, kita harus berhati-hati, selalu mengingat Yang Maha Kuasa sambil mengucapkan Sluman, Slumun, Slamet. Entah apa artinya, kecuali saya hanya bisa menebak kalau intinya agar kita bisa selamat melewati lokasi itu.
Tanpa mengabaikan pesan para orang tua, ucapan sluman, slumun, slamet saya ganti dengan doa: "Bismillahi tawakaltu 'alallahi wala khaula wala kuwata ila billahil 'aliyil 'adziim."
Setelah tikungan terakhir, bus memasuki jalur yang normal dan perkampungan. Saya lihat di sebelah kiri jalan, ada rumah, ada warung, ada toko, ada tanda-tanda kehidupan masyarakat d sana. Kemudian kembali saya tertidur pulas. Apa boleh buat, memang waktunya istirahat. Sekitar jam sebelas malam saat itu.
Sesuai rute, bus akan
melewati kota Kendal dan kemudian kota Semarang. Sebagai orang yang lahir di
Jawa Tengah (Purbalingga), saya belum pernah sekali pun singgah atau lewat kota
Lumpia itu. Tapi sayang saat kesempatan itu datang, barangkali saya sedang
nyenyak-nyekanya. Saya kembali terbangun saat bus sudah memasuki kota Demak.
Ya, lewat sudah Semarang tanpa saya lihat secuil pun tentang kota itu.
Di sebuah Pom Bensin,
bus rombongan SMP Islam Al Syukro Ciputat berhenti. Sebelum berhenti, kru Semansa
Travel memberi pengumuman.
“Kita akan berhenti
sebentar sekitar setengah jam. Bagi yang mau ke toilet silakan,” kata Kak Dhita.
Usai ke toilet, istri
tanya saya, “ Ini dimana?” saya jawab tidak tahu. Soalnya dari tadi saya
tengak-tengok cari papan nama yang menandakan lokasi tidak ada. Saya hanya
melihat salah satu motor yang lewat di Pom Bensin itu berplat nomor polisi K. Setahu
saya, K itu plat nomor polisi kendaraan di wilayah eks Karesidenan Pati yang
meliputi Kabupaten Pati, Kudus, Jepara, Blora, Rembang dan Grobogan.
Istri saya kemudian
bertanya kepada Pak Humaidi, “Di mana ini pak?”
“Kudus” jawab Pak Humaidi.
Saat berhenti dan
beristirahat di Pom Bensin itu, seingat saya sekitar jam setengah 1-an. Setelah
setengah jam, bus kembali melanjutan perjalanan. Seperti biasa, saya kembali
tertidur. Kota Rembang pun terlewati tanpa saya ketahui. Kalau tidak salah, sesekeli
saya libat pantai laut Jawa. Tapi hanya sekilas dan entah di mana itu. Tahu-tahu
jam 4 pagi, bus sudah tiba di Rumah Makan Kurnia Jawa Timur Tuban.
Sambil menunggu waktu
subuh, anggota rombongan ada yang tiduran, ada yang ngecash HP, ada yang ke
toilet dan ada juga yang sekadar duduk-duduk di sana. Saat waktu subuh tiba,
semua anggota rombongan menuju Mushola yang ada di rumah makan itu untuk
menunaikan sholat Subuh. Pelaksanaan sholat Subuh dipimpin oleh Pak Humaidi
sebagai imam.
Usai sholat Subuh,
beragam aktivitas dilakukan anggota rombongan sambil menunggu waktu sarapan
pagi tiba. Saya dan istri memilih untuk mandi di situ. Sementara sebagian besar
yang lain katanya akan mandi di hotel saja. Awalnya istri enggan mandi di situ
karena yang lain akan madi di hotel nanti.
Saya sampaikan alasan saya
pada istri kenapa saya memilih mandi di rumah makan itu. Saya memperkirakan
waktu masuk hote itu bisa malam hari atau paling cepat sore hari. Sementara
hari ini (saat itu) adalah hari Jum’at. Saya ingin saat sholat Jum’at nanti
kondisi badan sudah bersih dan segar.
Akhirnya istri
mengikuti saran saya untuk ikut mandi saat itu juga. Maka saat sarapan pagi tiba,
Alhamdulillah saya dan istri merasa lebih segar dibanding teman-teman yang
belum mandi. Sarapan pagi dengan menu soto pun terasa lebih nikmat.
Penasaran dengan menu
Soto yang tersaji saya kemudian bertanya kepada Pak Kosaman yang punya istri
orang Lamongan.
“Pak, ini Soto
Lamongan?” tanya saya.
“Bukan, beda,” jawab Pak
Kosaman tanpa merinci lebih detail apa bedanya.
Tapi bagi saya enggak
penting itu Soto Lamongan atau bukan. Yang penting, rasanya nikmat. Lagi pula soto
yang tersaji di rumah makan Tuban, kota kabupaten yang bertetangga dengan
Lamongan. Jadi kalau pun beda antara Soto Lamongan dan Soto yang tersaji di
Tuban, mungkin beda-beda tipis lah. Hahaha …
Setelah sarapan pagi
selesai, saatnya menunggu waktu keberangkatan selanjutnya. Karena ternyata
masih cukup lama, saya manfaatkan untuk mengecah HP dan ngecas baterai kamera.
Saat saya sedang ngecas, terlihat di Mushola Pak Elan yang sedang sakit dikerok
oleh Pak Cahya. Ya, Pak Elan memang sedang sakit semenjak keberangkatan dari
Ciputat. Semoga setelah dikerok, kondisinya semakin membaik.
Jam 7 pagi, kru travel
memanggil semua anggota rombongan untuk menujus bus. Segera semua anggota
rombongan menuju bus untuk melanjutkan perjalanan.
Bersambung…
Aku beberapa kali lwt alas roban, pas mudik ama suami naik mobil. Tapi alhamdulillah belum pernah juga ngalamin yg jelek2 mas :) . Yg ptg banyakin doa dan kita selalu sempetin sholat dulu sebelum jalan.
ReplyDeleteBetul mbak Fanny Fristhika Nila, yang penting bannyakin doa baik sebelum dan sepanjang perjalanan, insya Allah lancar dan selamat ..
ReplyDelete