Monday, December 23, 2019

Dari Tukang Foto Copy Menjadi Tukang Sapu


Halaman dan Gedung SMA Bintara Depok

Gegara seorang alumni memposting sebuah foto kenangan di grup Ikatan Alumni SMA Bintara Depok, saya jadi teringat masa di mana saya bekerja di sekolah itu. Sebenarnya pekerjaan pertama saya di ibu kota adalah operator foto copy di depan kampus ISTN Srengseng Sawah – Jakarta Selatan. Saya ikut saudara sepupu, Surbani atau biasa dipanggil Reban.

Di bulan Juni 1990, tanggalnya lupa. Saat saya baru beberapa hari bekerja di tempat itu, saya harus lembur hingga larut malam, bahkan menjelang dini hari. Dua orang pelanggan membawa ratusan ijazah siswa untuk difoto copy. Sebut saja namanya Kustriyarno, biasa dipanggil Mas Kus. Satunya lagi bernama Sukardi, biasa dipanggil Mas Kardi.

Sambil memfoto copy, mereka mengajak ngobrol ngalor-ngidul. Ini memang perlu agar tidak mengantuk. Sampailah ajakan salah seorang diantara mereka, yakni Mas Kus menyampaikan pertanyaan sekaligus ajakan.

“Mau nggak kerja jadi Pesuruh di sekolahan,”? tanya Mas Kus.
“Di mana”? tanya saya balik
“Di SMA Bintara Depok,” jawab Mas Kus.
“Ehm, caranya gimana dan syaratnya apa saja,”? tanya saya
“Gampang, tinggal bikin aja surat lamaran. Lampirkan  foto copy ijazah dan foto copy KTP,” jawab Mas Kus.
“Alamatnya di mana Mas,”?    
“Di Jl. Raya Sawangan No. 19, seberang Kantor Pos Depok I. Pokoknya dari sini naik angkot 105 turun di depan Kantor Pos Depok I nanti tinggal nyeberang,” jawab Mas Kus.

Sebelum mengatakan siap, sebagai rasa hormat, saya tanyakan dulu ke saudara sepupu, Reban.
“Gimana ini ya?” tanya saya
“Silakan aja coba,” jawab Reban.

Sambil menyelesaikan foto copy, saya mengkhayal. Enak kali ya kerja di sekolahan walau pun sebagai pesuruh. Pikiran saya melayang ke belakang mengingat-ingat sosok-sosok pesuruh sekolah saat di SMP dan SMA dulu. Meski kerjanya sebagai pesuruh, tapi mereka bergaul dengan orang-orang kantoran, para guru. Juga dengan para siswa.

Beberapa hari kemudian, saya mengantarkan surat lamaran kerja ke SMA Bintara Depok. Naik angkot 105 dari depan Kampus ISTN Srengseng Sawah menuju ke Depok. Turun di jembatan dekat Kantor Pos Depok I. Saya lupa hari dan tanggalnya waktu itu. Saya hanya inget beberapa hari setelah menyampaikan surat lamaran saya dapat panggilan. Tanggal 16 Juni 1990 adalah hari pertama saya kerja di SMA Bintara Depok. 

Itulah cerita awal saya merantau dan bekerja di ibu kota Jakarta. Setelah jadi tukang foto copy selama dua minggu, saya kemudian melamar untuk menjadi tukang sapu.

Sumber Foto: Hamdan Arfani Blogspot. com



Sunday, December 08, 2019

Nikmati Tantangan dengan Penuh Suka Cita




Menjadi penanggung jawab (PJ) atau panitia sebuah kegiatan, saya kira itu hal biasa bagi setiap orang. Kalau menjadi peserta sebuah acara? Apalagi itu, lumrah banget. Mungkin kita semua pernah menjadi peserta sebuah accara. Bagaimana kalau menjadi penanggung jawab sekaligus menjadi peserta sebuah acara? Nah ini baru langka. Mungkin jarang orang merasakan pengalaman seperti itu. Saya termasuk orang yang beruntung pernah merasakan pengalaman seperti itu.

Di tempat kerja, saat ini saya tergabung dalam tim QMS (Quality Management System). Salah satu tugas tim ini adalah membuat sistem manajemen lembaga. Setelah sistem manajemen lembaga tersusun, QMS berkewajiban untuk memastikan bahwa sistem tersebut berjalan dengan baik. Tugas QMS berikutnya adalah mempersiapkan penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2015.


Dalam rangkaian pencapaian target dan tujuan tersebut, QMS mengadakan berbagai training dan workshop.  Training dan workshop pertama adalah Riset Kepuasan Pelanggan atau Customer Satisfaction Index (CSI) yang diadakan tanggal 12 November 2019. Kemudian kedua adalah training dan woskhop Awareness Pengelolaan Data Lembaga yang diadakan selama tiga hari, 3 – 5 Desember 2019.

Dalam kedua training tersebut, saya sebagai penanggung jawab sekaligus juga sebagai peserta. Di tim QMS hanya ada 2 (dua) orang, Manajer QMS dan saya sebagai bagian data center dan Pusdtin. Jadi saya saya tidak punya tim atau anak buah. Karenanya praktis hampir semua persiapan kegiatan training saya yang mempersiapkan. Mulai dari menyusun TOR (Term of Reference), pengajuan anggaran, menghubungi Trainer, membuat dan mengedarkan undangan, memesan konsumsi, mengajukan penyiapan ruang training dan memastikan kesiapannya, dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kelancaran kegiatan training. Kebayang repotnya.  



Sebenarnya saya seneng sekali dengan training dan workshop itu. Saya seneng belajar dan mencari pengetahuan baru. Namun karena saya sebagai penanggung jawab kegiatan, saya jadi tidak fokus saat mengikuti training dan workshop. Pikiran saya terbagi dua, antara sebagai penanggung jawab dan sebagai peserta. Contoh, saat sedang khusuk menyimak paparan trainer, tiba-tiba seorang CSO (Cleaning Service Office) mengetuk pintu ruang training.

“Pak, konsumsi makan siang sudah datang pak,” kata CSO.

Saya terpaksa harus keluar ruangan untuk membayar konsumsi makan siang tersebut. Ya, begitulah kira-kira.


Maka jujur saja, barangkali saya hanya menyimak 50 persen materi yang dipaparkan oleh trainer. Dari 50 persen yang saya simak, mungkin saya hanya mampu menyerap 10 persen saja. Maklumlah. Saya kira hal ini gak perlu dibahas di sini. Malu-maluin aja. Hahaha.  

Terlepas dari semua itu, saya merasa sangat bersyukur dan bahagia. Bisa menjadi pelaksana sebuah kegiatan sekaligus sebagai peserta. Jika anak muda sekarang mengatakan itu adalah sebuah challenge, atau tantangan, maka saya merasa telah berhasil melewati tantangan tersebut. Bahkan saya menikmati tantangan tersebut dengan gembira dan penuh suka cita. Alhamdulillah

Saturday, October 19, 2019

eSwatini, Siapa Dia?



Beberapa hari belakangan, tayangan televisi dipenuhi dengan berita persiapan pelantikan Presiden dan wakil Presiden tanggal 20 Oktober 2019. Dalam sebuah tayangan berita memperlihatkan  mobil-mobil mewah.  Kabarnya mobil-mobil mewah tersebut akan digunakan untuk mengantar tamu-tamu perwakilan negara asing yang menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Satu diantara mobil mewah tersebut bertuliskan eSwatini.

Karena saya fokus pada tayangan dan kurang menyimak narasi yang dibacakan presentir,  saya sempat berpikir Eswatini itu nama orang. Ya, maklum, saat sekolah dasar (SD) saya pernah punya teman bernama Wartini. Saya kira eSwatini itu masih saudara dengan Wartini atau siapanya gitu.
Penasaran siapa itu Eswatini saya biasa tanya ke uwa google. Ternyata Eswatini adalah sebuah negara yang berbentuk kerajaan yang dulu bernama Swazi atau Swaziland. Owh, dari tadi kek bilang kalau eSwatini itu Swziland.

Bicara Swaziland, saya kembali lagi cerita saat saya kelas 6 SD, tepatnya SDN Kembangan 1, kecamatan Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah. Saat itu, teman saya yang bernama Wartini adalah menjadi kembang kelas, bukan bintang kelas ya. Seperti apa cantiknya Wartini sehingga menjadi idola dan bagaimana suasana memperebutkan simpatinya, insya Allah diceritakan di lain waktu ya, hehe. Kali ini saya akan cerita dulu soal saudara kembarnya, yakni eSwatini.

Seperti pernah saya cerita di kesempatan lain, saya ini paling senang dengan pelajaran Ilmu Bumi, yang kemudian diganti menjadi geografi. Saya senang belajar peta dan juga suka menghafal nama-nama negara berikut ibukotanya. Mulai dari negara-negara di benua Asia, Eropa, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam menghafal nama-nama negara dan ibukota, saya merasa paling sulit adalah nama-nama negara dan ibukota dari benua Afrika.

Dalam menghafal, tentu saya mulai dari atas ke bawah, atau dari utara ke selatan. Mulai dari Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair dan Maroko. Tidak perlu saya sebutkan, nama ibu kota negara Afrika Bagian Utara ini gampang dihafal. Saya yakin pembaca juga hafal. Setalah itu turun ke bawah, saya mulai merasa kesulitan menghafal. Makin ke bawah atau ke Afrika Bagian Tengah semakin sulit dihafal. Kalau Afrika Tengah bagian timur ada lah yang hafal sedikit semisal Ethiopia, Somalia, Uganda, Tanzania dan Kenya. Selebihnya gak hafal.

Memasuki ujung bawah benua Afrina alias Afrika bagian selatan, sarua keneh. Sulit dihafal. Yang paling saya hafal adalah ibukota Afrika Selatan. Saat saya kelas 6 SD, ibukota Afrika Selatan hanya satu yakni Pretoria. Loh kok hanya satu, memang sekarang? Nah ini dia, saya juga baru tahu. Ternyata Afrika Selatan kini punya tiga ibu kota, yakni Pretoria sebagai ibukota eksekutif, Cape Town sebagai ibu kota legislatif dan Bloemfontein sebagai ibukota yudikatif.

Selain Afrika Selatan, ada beberapa negara yang agak sedikit gampang dihafal karena pengucapannya. Mozambiq ibukota Maputo, Lesoto ibukotanya Maseru dan Swaziland ibukota Mbabane. Menurut saya sebagai orang Jawa, pengucapan ketiga negara di Afrika bagian selatan beserta ibukotanya itu berasa Jawa, hehe. Termasuk ketika nama Swaziland itu berubah atau punya nama lain eSwatini, ya kedengarannya Jawa. 

Makanya saya sempat mengira kalau eSwatini itu saudara kembarnya Wartini, hehe. Satu lagi yang perlu diketahui, raja eSwatini bernama Mswati, tepatnya Mswati III. Tapi ingat ya, Mswati, bukan Miswati, hehehe.

Selamat Malam Minggu, Selamat Berakhir Pekan, Salam Damai

Sumber Gambar: Geologinesia.com 

Gg. Mandor Ciputat
19 Oktober 2019

Tuesday, April 30, 2019

Gadis Cantik dan Kelelawar



Di kampung saya, Desa Kembangan, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dulu ada kantor PT Pertani (Persero). Entah sekarang. Kantor itu terletak di sisi timur jalan raya Kembangan, tidak jauh dari Balai Desa. Sementara di sisi barat jalan raya, hamparan sawah luas sejauh mata memandang.

Di belakang kantor itu, berdiri gedung besar, tingggi dan memanjang. Almarhumah nenek saya mengatakan itu namanya Padi Sentra.  Saya mengikuti ucapan itu tanpa pernah bertanya apa maksudnya dan kenapa namanya Padi Sentra.

Di sebagian gedung itu (dulu) ada mesin penggilingan padi. Jadi setiap warga atau petani yang ingin menggiling padi, bisa datang ke tempat itu. Saat saya masih SD dulu, saya suka ikut almarhum nenek untuk menggilingpadi di sana. Namanya masih anak-anak, asyik aja melihat dan mendengar deru mesin penggiling padi.

Sementara di bagian lain yang  lebih luas di gedung itu, berisi tumpukan karung. Saya tidak tahu isinya apa, mungkin beras barangkali. Terkadang saya juga menyaksikan banyak truk-truk parker di depan gedung itu untuk mengangkut karung-karung yang ada di sana. Hilir mudik truk datang dan pergi. Berkarung-karung padi diangkut dan dibawa pergi. Entah mau dibawa kemana?

Mengingat PT Pertani (Persero) dan Padi Sentra, ada dua hal yang  menarik bagi saya. Pertama, kantor PT Pertani Persero itu dipimpin oleh seorang Kepala Kantor (mungkin) atau apa. Biasanya dia orang dari pusat atau dari propinsi. Kepala kantor itu otomatis berkanktor dan tinggal di situ beserta keluarganya. Kepala kantor tentu akan berganti-ganti sesuai masa kerja atau masa jabatannya.

Suatu kali, kepala kantor Pertani itu mempunyai seorang putri dan besekolah di sana SD hingga SMP. Saya sudah mengamatinya sejak masih di SD. Itu artinya, saya memang sudah menjadi pengamat semenjak masih duduk di bangku sekolah dasar. Pengamat apaan? Ya, apa saja, macam-macam termasuk yang satu ini.

Sebagai putri seorang pejabat dan pendatang ya pasti cantik. Ya, di atas rata-rata. Nilai di angka tujuh lah. Kalau kata Bapak atau Ibu Guru mah di atas KKM. Apa itu KKM? Kriteria Kecantikan Minimal.
Meski itu sudah lumayan lama, saya masih inget nama gadis itu. Nama lengkapnya saya kurang tah. Namun gadis itu biasa dipanggil Ning, Mbak Ning.

Saat SMP, dia kakak kelas saya, di SMPN 2 Bukateja, yang sekolahanya kebetulan bersebelahan dengan kantor PT Pertani itu. Suatu kali, saya melihat dia bersama teman-temannya berseragam Pramuka. Entah kenapa, saat masa sekolah dulu, kalau melihat gadis cantik berseragam Pramuka kok terlihat lebih cantik? Entahlah.        

Kedua, adalah pemandangan yang indah dan menakjubkan saat senja menjelang. Meski saya jarang menyaksikan karena jarak rumah orang tua dengan gedung itu lumayan jauh. Namun  suatu kali saya pernah menyaksikannya.

Memandang hamparan padi yang mulai menguning. Mentari di ufuk perlahan mulai tenggelam. Lembayung jingga bergelayutan, menghias bibir-bibir langit. Angin senja di musim kemarau saat itu berembus, hiiihhh, dingin. Kuntul, Blekok dan Bondol beranjak dari sawah untuk pulang. Takjub.

Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari gedung Padi Sentra. Berbondong-bondong Kelelawar terbang dari gedung itu. Rupanya digedung tinggi itu, mereka tidur bergelayutan di siang hari. Saat senja tiba, mereka keluar dari kandang dan terbang, berkeliaran. Perlahan mereka menjauh dan menghilang, entah kemana. Sementara saya masih tetap berdiri dan terpana.

Kini, setiap senja tiba, dan melihat kelelawar-kelelawar terbang dan berkeliaran, saya teringat masa lalu, dan terbayang gadis cantik itu, yang kini entah di mana.

Thursday, April 25, 2019

Pesta Demokrasi



Rabu, 17 April 2019 adalah hari libur nasional atau hari yang diliburkan. Hal itu lantaran di hari itu adalah hari pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Pemilihan umum calon legislatif dan pemilihan umum calon presiden dan wakil presiden disatukan. Ini adalah pertama kali pemilu serentak dilaksanakan. Di pemilu sebelumnya, Pileg dan Pilpres dipisah.

Saya, istri dan keluarga yang lain memenuhi hak sebagai warga negara untuk memberkan suaranya. Di tempat saya, RW 7 Kelurahan Abadijaya, Sukmajaya Depok, terdapat 3 (tiga) TPS, yakni 67, 68 dan 69. Saya, istri dan sebagian keluarga  terdaftar di TPS 67. Sebagian keluarga yang lain terdaftar di TPS 69.

Ada 5 (lima) surat suara yang harus dicoblos. Surat suara capres/cawapres, caleg DPR RI, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kota. Ingin tahu apa yang saya coblos? Saya mengikuti asas Luber dan Jurdil. Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Jadi, rahasia ya

Tuesday, April 09, 2019

Indochina, Maksudnya Apa Ini?




Gegara Indochina ramai diperbincangkan Netizen, saya jadi teringat saat saya duduk di kelas 3 SMP, tahun 1982. Geografi adalah salah satu mata pelajaran favorit saya. Sebelumnya, saat saya masih di SD, pelajaran ini masih bernama Ilmu Bumi. Dan saya paling demen dengan yang namanya peta buta. Karenanya saat kelas 6 SD, saya hafal nama-nama Ibukota Propinsi di Indonesia yang saat itu masih berjumlah 27 propinsi. Kalau saja dulu presidennya seperti Jokowi, mungkin saya sudah dapat sepeda.

Sayang saat SMP, Ilmu Bumi berganti menjadi Geografi. Jujur bagi saya Geografi tidak semenarik Ilmu Bumi. Entah kenapa? Suatu kali saat THB (Tes Hasil Belajar) kalau sekarang PAS (Penilaian Akhir Semester), bukan Prabowo-Sandi ya, Ada salah satu soal Geografi yang kurang lebih begini: “Wilayah Segi Tiga Emas, perbatasan antara Burma (sekarang Myanmar), Laos dan Thailand dikenal sebagai penghasil: a. Padi    b. Kapas     c. Opium    d. Gandum”

Saya menjawab c. Opium. Ternyata salah. Menurut guru geografi saya saat itu, Ibu siapa ya (maaf saya lupa namanya), jawabannya adalah a. Padi. Saya protes, “Bu, yang bener c bu Opium”. Bukan, yang benar adalah Padi kata ibu guru tanpa bisa saya bantah lagi. Ya sudahsaya diem. Tapi saya merasa yakin, jawaban saya yang benar, Ibu guru yang salah.
Kenapa saya jawab Opium?

Selain senang membaca buku-buku pelajaran, saya juga senang mendengarkan radio, sejak SD. Tepatnya sejak almarhum Bapak saya membeli radio transistor. Kebiasaan saya saat itu adalah membaca buku sambil mendengarkan siaran radio. Salah satu chanel atau dulu disebut gelombang, yang suka saya dengarkan adalah BBC London. Ya, dari situlah saya tahu kalau segi tiga emas perbatasan Burma, Laos dan Thailand adalah penghasil opium atau candu.       

Konon disebut segi tiga emas karena daerah itu penghasil emas hitam atau opium atau candu. Dua kata yang selalu menyertai pemberitaan tentang segitga emas di tahun 80 an, yaitu candu dan Khun Sa. Oh, siapa itu Khun Sa? Ya, nama itu selalu disebut hampir di setiap pemberitaan yang disiarka BBC London.

Khun Sa adalah seorang panglima militer, nama aslinya Chang Chi Fu. Ayahnya Lao Chang ata Khun Sam yang berasal dari Yunnan, China Selatan.  Tahun 1963, Khun Sa bergabung dengan milisi local yang setia kepada jenderal Ne Win. Milisi local ini bernama Kwe Ka Ye (KKY) yang dibentuk untuk memerangi pemberontak komunis di negara bagian Shan. Sejak saat itulah Khun Sa mulai berdagang candu secara illegal.

Karena kegiatan ilegalnya, dia ditangkap pemerintah Myanmar pada tahun 1966. Temannya, Fa Lun menyandera dua dokter Uni Soviet yang kemudian minta ditukar dengan Khun Sa. Maka bebaslah Khun Sa. Kemudian Khun Sa sampai memiliki 800 pasukan milisi dan berhenti bekerja sama dengan pemerintah.

Tahun 1976 Khun Sa kembali berdagang dan menyelundupkan candu. Singkat cerita, Khun Sa dikenal sebagai Jenderal Candu. Dan namanya selalu menghiasi pemberitaan di tahun 1970 -1980-an.
Kembali Soal Indochina.

Itu ada di pelajaran Geografi SMP. Indochina adalah wilayah semenanjung di Asia Tenggara. Jika mengacu pada sejarah kolonial, maka yang dimaksud Indochina adalah bekas jajahan Perancis yakni Vietnam, Kamboja dan Laos. Namun secara wilayah geografis, Indochina termasuk juga Thailand dan Burma (kini Myanmar), selain ketiga negara bekas jajahan Perancis tersebut.

Jadi, Indochina itu bukan penggabungan Indonesia dan China. Kenapa disebut Indochina? Secara geografis, wilayah Indochina berada di antara China dan India. Sehingga budaya negara-negara Indochina sangat dipengaruhi oleh budaya China. Kalau saya dulu gampangnya, Indochina yang negara yang orang-orangnya mirip (maaf) orang China. Terutama orang Vietnam, Laos dan Myanmar.

Dan negara-negara Indochina sekarang menjadi alternatif tujuan wisata warga Indonesia. Banyak kok saya perhatikan teman-teman penulis dan bloger yang sudah berkunjung ke sana. Ada yang ke Vietnam, Kamboja dan terutama Thailand. Saya juga kepengin ke sana. Semoga suatu saat kesampaian, Aamiin.  

Salam Indonesia

Friday, March 22, 2019

Mungkinkah Menghindar dari Hoaks?



Di era teknologi komunikasi seperti sekarang ini, kita tidak mungkin tidak terpapar hoaks. Menghindar juga rasanya tidak mungkin. Yang mungkin bisa kita lakukan adalah memperbaiki  pemahaman, sikap dan cara kita menghadapi hoaks. Tidak mudah percaya begitu saja terhadap berbagai informasi yang beredar di media sosial, selalu memverifikasi  dan meng-cros cek setiap berita yang beredar di media sosial dengan media mainstream.Tabbayun kalau bahasa anak muda jaman sekarang.  Atau bisa juga bertanya kepada orang yang mungkin lebih tahu tentang berita itu.  Sikap kritis terhadap setiap informasi adalah pentingdi jaman sekarang. Selalulah bertanya, dimula pada diri sendiri, kemudian dilanjutkan kepada orang lain di sekitar kita: Benarkah informasi itu?

Satu lagi. Baca buku ini: Media Sosial, Agama Baru Masyarakat Milenial, karya Nurudin. Buku ini mengupas seluk beluk Media Sosial dan kususnya Hoaks. Mulai dari penyebab, akar perasalahan dan penyebarannya, media yang digunakan, siapa saja yang rentan termakan Hoaks, juga siapa saja yang suka menelan mentah-mentah, hingga propaganda politik. Ada juga tentang Media Begal, Media dan Ustaz Selebritas, Tik-Tok, Satu Cermin Banyak Gambar dan masih banyak lagi.

Setiap bahasan ditinjau dari kajian ilmu komunikasi termasuk menyertakan teori-teori komunikasi. Tentu saja karena penulisnya adalah seorang Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang (UNM). Meski begitu, buku ini dikemas dengan bahasa jurnalistik atau bahasa popular. Sehingga ringan dan enak membacanya, juga mudah dipahami. Cocok dibaca sambil ngopi atau minum teh hangat di sore atau malam hari.  

Membaca buku ini akan menambah cakrawala dunia media social yang sedang melanda saat ini.  Dan dengan membaca buku ini, Insya Allah dijamin Anda tidak akan mudah termakan Hoaks. Oh iya, satu lagi. Buku ini juga mengulas tentang Lambe Turah. Pengen tahu lambene sopo sih turah? Silakan baca buku ini: Media Sosial, Agama Baru Masyarakat Milenial.    

Salam Literasi

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...