Sunday, August 13, 2017

Langkah AHY Menuju Pilpres 2024


Tiba-tiba saja, Kamis (10/8/2017) siang Agus Harimurti Yodhoyono datang ke Istana menemui Presiden Jokowi. Informasi resmi menyebutkan bahwa putra sulung Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu datang ke Istana untuk sowan sekaligus menyampaikan undangan kepada Jokowi untuk menghadiri acara peluncuran The Yodhoyono Institute (TYT).

Launching atau peluncuran The Yodhoyono Institute itu sendiri dilangsungkan Kamis (10/8/2017) malam. Satu hal yang terasa aneh dan janggal jika seseorang atau lembaga mengundang seorang Presiden sebegitu mendadaknya. Mengundang Pak RT saja jika dilakukan mendadak belum tentu bisa hadir karena sebagai seorang Ketua RT pasti banyak kesibukan. Apalagi mengundang seorang Presiden. Meski kita juga tidak tahu apakah barangkali undangan itu sudah disampaikan sebelumnya. Toh akhirnya kita sama-sama tahu Pak Presiden tidak bisa meghadiri undangan itu karena memang sudah ada agenda lain.

Atau barangkali undangan itu hanya basa-basi saja? Hanya AHY yang tahu. Terlepas dari hal itu, pertemuan kedua tokoh memang sangat menarik. Terlebih pertemuan itu terjadi tidak lama setelah SBY mengkhawatirkan akan terjadinya abuse of power oleh pemerintahan Jokowi. 
Pernyataan kekhawatiran SBY disampaikan saat bertemu dengan Prabowo Subiyanto di Cikeas (27/7/2017). Pada pertemuan tersebut, Ketum Partai Demokrat dan Ketum Partai Geridra mengkritik cukup pedas pemerintahan Jokowi. Mereka juga sepakat akan terus mengawasi jalananya pemerintahan Jokowi.

Kritikan SBY dan Prabowo cukup mengganggu Jokowi. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pernyataan Jokowi di berbagai kesempatan untuk menyanggah kritikan tersebut. Seperti pada acara Silaturahmi Ulama Pondok Pesatren di Lubang Buaya Jakarta Timur (8/8/2017), dan peresmian Museum Keris di Solo, Jawa Tengah, (9/8/2017.

Karena itu kehadiran putra sulung SBY, Agus Harimurti Yodhoyono (AHY) ke Istana cukup mengagetkan sekaligus patut diapresiasi. Menurut Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti di Kompas TV, pertemuan tersebut sebagai komunikasi politik yang sangat baik dan menguntungan kedua belah pihak. 

Keuntungan bagi Jokowi adalah cairnya kembali hubungan pemerintahan Jokowi dengan kubu Partai Demokrat. Tak bisa dipungkiri bahwa usai pernyataan pedas SBY saat bertemu Prabowo di Cikeas (277/7/2017) lalu, hubungan Partai Demokrat dengan pemerintahan Jokowi memburuk. 
Kehadiran AHY yang secara tiba-tiba di Istana membuat hubungan Jokowi dengan Partai Demokrat sedikit membaik. Setidaknya akan membuka kembali ruang-ruang untuk berbagai kemungkinan. Penerimaan Jokowi atas kehadiran AHY di Istana itu sendiri sudah merupakan keuntungan politik, bahwa pemerintahan Jokowi tidak seperti apa yang dituduhkan selama ini.

Keuntungan bagi AHY dan Partai Demokrat ada dua, jangka pendek dan jangka panjang. Keuntungan jangka pendek adalah Partai Demokrat bisa bermain di dua kaki dalam menyongsong Pilpres 2019. Di satu sisi, Partai Demokrat dalam hal ini SBY sudah melakukan komunikasi politik dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subiyanto. Di sisi lain, AHY juga melakukan komunikasi dengan Jokowi. 

Dengan demikian, Partai Demokrat bisa punya dua pilihan seandainya Pilpres 2019 hanya ada dua calon. Bisa bergabun dengan kubu Jokowi atau bergabung dengan kubu Prabowo. Dengan komunikasi politk yang telah dilakukan, dua-duanya masih menungkinkan. Pada saat yang tepat Partai Demokrat bisa memilih, kubu mana yang nantinya akan menguntungkan.

Keuntungan kedua adalah keuntungan jangka panjang. Sejatinya SBY jauh-jauh hari sudah menyiapkan AHY untuk Pilpres 2024. Sebenarnya SBY sudah menyiapkan putra keduanya, Edhie Baskoro Yodhoyono untuk calon pemimpin masa depan. Hal itu terlihat dengan dibibitnya Mas Ibas, panggilan akrab Edhie Baskoro Yudhoyono di Partai Demokrat. 

Sayang rencana SBY terhalang kasus yang menerpa Ibas. SBY tahu persis, tidak mungkin laku menjual nama Ibas. Dengan terpaksa SBY memensiundinikan putra sulungya AHY yang  masih berpangkat mayor. Andai saja rencana mengkader Ibas berjalan mulus, SBY akan membiarkan AHY berkarier di militer sampai berpangkat jenderal. 

Tahun 2024 memang masih lama namun bagi SBY tak ada waktu lagi  setelah gagal mengkader Ibas. SBY kemudian mengambil keputusan cerdas meski itu ekstrim, memensiundinikan calon jenderal masa depan, AHY. Pemilihan gubernur DKI adalah test case. Jadi sebenarnya, Pilgub DKI bagi Partai Demokrat adalah ajang pembelajaran bagi AHY menuju Pilpres 2024.

Pertemuannya dengan Presiden Jokowi tentu bisa menyambung kembali jalinan komunikasi antara Partai Demokrat dengan pemerintaan Jokowi. Dengan jalinan komunikasi yang baik, bukan tak mungkin Partai Demokrat akan mendukung Jokowi di Pilpres 2019. Jika itu terjadi dan Jokowi menang, bukan tak mungkin AHY akan menjadi salah satu menteri atau jabatan penting lainnya di kabinet Jokowi. Hal itu jelas menguntungkan Partai Demokrat sekaligus memuluskan jalan AHY menuju Pilpres 2024.

Bagaimana kalau ternyata AHY digandeng Prabowo untuk menjadi wakilnya pada Pilpres 2019? Secara politik itu juga dimungkinkan mengingat Partai Demokrat dan Partai Gerindra juga menjalin komunikasi dengan baik. Jika itu terjadi maka itu juga bisa menjadi modal yang baik untuk menuju panggung yang sesungguhnya, Pilpres 2024. Dan itulah keuntungannya Partai Demokrat yang menerapkan strategi politik dua kaki.

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...