Angkot berwarna putih meluncur di Jalan Otista Raya dari arah Pamulang menuju Ciputat. Di bawah terik matahari yang kian menyengat, angkot itu melaju dengan kencang. Sesampai di tikungan, tepat di depan gerbang masuk pasar Cimanggis, beberapa penumpang khususnya para wanita mulai siap-siap menutup hidung. Mereka sepertinya sudah hafal bahwa sebentar lagi bau menyengat akan segera menghadang. Bau itu datang dari sampah pasar yang menggunung di pinggir jalan, di ujung pasar itu.
Menurut beberapa warga sekitar, kondisi sampah yang menumpuk di pinggir jalan itu sudah terjadi semenjak pasar Cimanggis beroperasi, di tahun 2000. Pasar Cimanggis dibangun Pemerintah tahun 1999 sebagai alternatif bagi warga Ciputat dan Pamulang selain Pasar Ciputat yang sudah ada. Jarak antara kedua pasar itu hanya berkisar 1.5 km.
Selama ini, sampah memang menjadi masalah klasik bagi warga ibu kota Jakarta dan sekitarnya termasuk Ciputat. Sebelum pasar Cimanggis dibangun, sampah di pasar Ciputat juga sudah menjadi permasalahan karena selalu menumpuk di pinggir jalan. Setelah diangkut, sehari kemudian sampah sudah menggunung lagi di sana, begitu seterusnya.
Maka tak heran jika saat Ciputat lepas dari kabupaten Tangerang dan bergabung dengan enam kecamatan lain menjadi Kota Tangerang Selatan, banyak warga berharap persoalan sampah akan segera teratasi. Namun harapan tinggal harapan. Kenyataan yang terjadi berkata lain. Persoalan sampah belum menemui jalan keluar.
Bahkan sepertinya persoalan menjadi semakin pelik. Pasalnya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tangerang yang selama ini mengurusi sampah Ciputat sudah melepaskan tanggung jawabnya. Sementara Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang baru terbentuk tahun 2009 belum memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sendiri. Beberapa daerah lain seperti kabupaten Tangerang dan DKI menolak menerima sampah dari Tangerang Selatan.
Maka tak ada pilihan bagi pemerintah kota Tangerang Selatan kecuali harus membuat TPA sampah sendiri. Oleh karena itu, Pemkot Tangerang Selatan akhirnya membangun TPA di Cipeucang, Serpong. Lokasi TPA tepatnya di Desa Kademangan, Kecamatan Setu. Namun baru seminggu beroperasi, TPA diblokir warga sekitar. Warga Kelurahan Serpong yang berada dekat dengan lokasi TPA merasa keberatan karena beberapa alasan. Alasan tersebut antara lain bahwa pembangunan TPA itu belum melalui sosialisasi dengan warga sekitar. Selain itu, warga Serpong merasa terganggu dengan bau sampah itu.
Sampah memang barang atau sesuatu yang sudah tidak berharga lagi sehingga dibuang. Namun persoalan yang ditimbulkan tidak bisa dianggap sepele. Butuh keseriusan dan kerja sama semua pihak untuk mengurusnya. Jika tidak, sampah akan terus menjadi persoalan yang tiada kunjung selesai.
Satu per satu angkot meluncur di Jalan Otista Raya Ciputat dan sebentar lagi akan melintasi Pasar Cimanggis. Para penumpang pun bersiap menutup hidung. Sebagian yang lain tampak tak ambil pusing atau mungkin sudah terbiasa dengan bau sampah itu. Entah sampai kapan masalah ini akan teratasi.
Tulisan ini sudah ditayangkan di Harian Online KabarIndonesia (HOKI).
No comments:
Post a Comment