Orang memanggilnya Paijo. Jarang yang tahu kalau pria kelahiran Somagede, Banyumas, 14 Februari 1970 itu memiliki nama asli Ahmad Sanrohmadi. Konon dulu ada seorang tokoh bernama Paijo pada sebuah film yang ditayangkan TVRI tahun 80-an. Kebetulan wajah dari Ahmad Sanrohmadi itu mirip tokoh Paijo di film itu. Maka dipanggillan Ahmad Sanrohmadi itu sebagai Paijo.
Karena ketidakmampuan kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan, maka dia hanya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Somagede pada tahun 1982. Dengan berbekal keberanian, dia mencoba mengadu nasib di ibu kota di tahun 1988. Pekerjaan pertama yang dilakukan adalah mengantar dan menjemput anak sekolah. Sadar akan sulitnya hidup di Jakarta, pekerjaan apapun dia lakukan. Mulai dari berjualan gorengan, kerupuk, bubur ayam, menjadi tukang becak dan tukang pijat pernah dilakukan.
Saat di Ciputat tahun 1999, pria penggemar kopi itu bertemu dengan Bapak Sunindiyo (Alm), sosok yang kemudian banyak memberikan pembelajaran kehidupan. Selain menjadi Bos, Pak Sunindiyo juga menjadi guru dan sekaligus orang tua bagi Paijo. Paijo kecil saat itu diajari bagaimana membersihkan halaman rumah, memotong rumput, membetulkan atap yang bocor, hingga menyetir mobil. Maka tidak salah jika akhirnya Paijo merasa menjadi bagian dari keluarga itu meski sudah tidak bekerja lagi di sana.
Melihat anak buahnya begitu rajin dan ulet, Pak Sunindiyo menawarkan pekerjaan di sanggar Guruh Soekarno Putra (GSP) pada tahun 1994. Sebagai seorang pemuda yang memiliki semangat dan keinginan, Paijo menerima tawaran itu. Di sana, dia bekerja di bagian kostum. Empat tahun bertahan di sana sebelum akhirnya berhenti di tahun 1998. Setelah itu, dia memberanikan diri merantau ke Sumatera Barat untuk bekerja di kebun sawit. Namun suami dari Sunarsih itu hanya bertahan empat bulan di sana.
Barangkali memang sudah jodohnya, dia akhirnya kembali ke Ciputat di tahun 1999. Dia kembali ke bosnya yang lama, Pak Sunindiyo. Berkat jasa salah seorang temannya yaitu Pak Suwarno, dia akhirnya diterima bekerja di Sekolah Islam Al Syukro Ciputat sebagai tukang kebun di tahun 2006 hingga sekarang.
Menurut Bapak dari empat anak itu, bekerja itu apa saja yang penting halal dan bisa menjalankannya. Apa yang dikatakannya bukan hanya sekadar nasehat karena berbagai profesi telah dilakoni pria bersahaja itu. Berbagai pengalaman telah menempanya menjadi sosok yang kuat, gigih, dan pantang menyerah.
Selain itu, pengalaman juga telah membuatnya menjadi lebih sabar dan bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan. Meski hanya berpendidikan SD, namun Paijo pandai dalam menghadapi ujian-ujian kehidupan. Saat rumah tangganya mengalami masalah lantaran kondisi ekonomi, dia menghadapinya dengan kesabaran yang luar biasa. Dia mampu menyembunyikan semua itu. Tak pernah mengeluh.
Karena ketidakmampuan kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan, maka dia hanya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Somagede pada tahun 1982. Dengan berbekal keberanian, dia mencoba mengadu nasib di ibu kota di tahun 1988. Pekerjaan pertama yang dilakukan adalah mengantar dan menjemput anak sekolah. Sadar akan sulitnya hidup di Jakarta, pekerjaan apapun dia lakukan. Mulai dari berjualan gorengan, kerupuk, bubur ayam, menjadi tukang becak dan tukang pijat pernah dilakukan.
Saat di Ciputat tahun 1999, pria penggemar kopi itu bertemu dengan Bapak Sunindiyo (Alm), sosok yang kemudian banyak memberikan pembelajaran kehidupan. Selain menjadi Bos, Pak Sunindiyo juga menjadi guru dan sekaligus orang tua bagi Paijo. Paijo kecil saat itu diajari bagaimana membersihkan halaman rumah, memotong rumput, membetulkan atap yang bocor, hingga menyetir mobil. Maka tidak salah jika akhirnya Paijo merasa menjadi bagian dari keluarga itu meski sudah tidak bekerja lagi di sana.
Melihat anak buahnya begitu rajin dan ulet, Pak Sunindiyo menawarkan pekerjaan di sanggar Guruh Soekarno Putra (GSP) pada tahun 1994. Sebagai seorang pemuda yang memiliki semangat dan keinginan, Paijo menerima tawaran itu. Di sana, dia bekerja di bagian kostum. Empat tahun bertahan di sana sebelum akhirnya berhenti di tahun 1998. Setelah itu, dia memberanikan diri merantau ke Sumatera Barat untuk bekerja di kebun sawit. Namun suami dari Sunarsih itu hanya bertahan empat bulan di sana.
Barangkali memang sudah jodohnya, dia akhirnya kembali ke Ciputat di tahun 1999. Dia kembali ke bosnya yang lama, Pak Sunindiyo. Berkat jasa salah seorang temannya yaitu Pak Suwarno, dia akhirnya diterima bekerja di Sekolah Islam Al Syukro Ciputat sebagai tukang kebun di tahun 2006 hingga sekarang.
Menurut Bapak dari empat anak itu, bekerja itu apa saja yang penting halal dan bisa menjalankannya. Apa yang dikatakannya bukan hanya sekadar nasehat karena berbagai profesi telah dilakoni pria bersahaja itu. Berbagai pengalaman telah menempanya menjadi sosok yang kuat, gigih, dan pantang menyerah.
Selain itu, pengalaman juga telah membuatnya menjadi lebih sabar dan bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan. Meski hanya berpendidikan SD, namun Paijo pandai dalam menghadapi ujian-ujian kehidupan. Saat rumah tangganya mengalami masalah lantaran kondisi ekonomi, dia menghadapinya dengan kesabaran yang luar biasa. Dia mampu menyembunyikan semua itu. Tak pernah mengeluh.
PROFIL:
Nama : Ahmad Sanrohmadi (Paijo)
Tempat/tanggal lahir: Banyumas, 14 Februari 1970
Alamat : Jl. Otista Raya Gg. H. Ma’ung No. 30 Ciputat
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Pekerjaan : Tukang Kebun (Gardener) di Sekolah Islam Al Syukro
Orang tua : Bapak : Tayasa Ibu: Lasinem
Istri : Sunarsih
Anak :
1. Eti Sinta Dewi
2. Agus Nurdiwan
3. Agus Supendi
4. Sepia
Tulisan ini telah ditayangkan di KabarIndonesia
No comments:
Post a Comment