Inginnya menulis setiap
hari namun seringkali terhambat oleh beberapa sebab. Mulai dari kesibukan
kerjaan kantor maupun kerjaan rumah, bingung mau nulis apa, lagi nggak ada
mood, hingga rasa lelah, ngantuk dan malas. Ujungnya gagal menulis. Celakanya
hal itu sering tidak disadari, tahu-tahu sudah seminggu bahkan lebih tidak
menulis.
Akibatnya otot dan
syaraf menulis pun menjadi kaku. Tak heran jika saat hendak menulis lagi terasa
berat. Ibarat pemain bola yang lama tidak main. Butuh waktu untuk menemukan kembali
performa terbaiknya.
Kita semua telah tahu begitu
teorinya. Namun dalam praktiknya tidak jarang seseorang yang sudah punya niat
ingin menulis menghadapi hambatan seperti yang telah disebutkan. Karena itu
yang dibutuhkan oleh orang yang mengalami hambatan tersebut adalah solusi, buka
teori. Kalau begitu, lantas apa solusinya?
Saya teringat kata-kata
atau tepatnya kalimat Pak Mario Teguh, salah seorang motivator Indonesia. “Cara
terbaik untuk memulai adalah mulai,” katanya. Dari kalimat tersebut bisa
diturunkan menjadi, “cara terbaik untuk menulis adalah menulis.” Ah, itu malah terlalu
filosofis kedengarannya, lebih sulit lagi dibanding teori.
Ya, bisa jadi demikian.
Tapi bukan berarti tidak bisa dipraktikan. Melalui tulisan ini, saya sedang
mempraktikkan apa yang disampaikan oleh Pak Mario Teguh itu. Saat kita mau
menulis dan menghadapi berbagai hambatan, maka yang muncul adalah alasan. Saya
masih banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan, masih banyak pekerjaan
rumah yang harus dibereskan, lagi nggak ada mood, dan sebagainya.
Cara untuk melawan semua
hambatan itu adalah dengan menulis. Menulis apa saja, menulis sekenanya. Bagus
atau tidak, dibaca orang atau tidak, urusan belakangan. Kalau pun tulisan kita
tidak bagus dan tidak ada yang membaca, biarkan saja. Paling tidak kita telah
melemaskan kembali otot dan syaraf menulis. Dengan cara ini, kita akan kembali
menemukan performa terbaik kita dalam menulis.
Salam Menulis.
No comments:
Post a Comment