Menulis memang gampang jika menulis sekadarnya atau asal menulis. Namun menulis yang baik, butuh keterampilan dan sedikit pengetahuan. Keterampilan diperoleh dari latihan dan praktik yang terus menerus. Semakin sering latihan dan mempraktikan, menulis akan semakin lihai dan lancar. Pengetahuan menulis adalah pengetahuan tentang bahasa, khususnya tata bahasa. Sejak kelas 1 SD kita sudah belajar bahasa Indonesia. Jadi jika kita sudah lulus SMA, maka sebenarnya pengetahuan tentang bahasa sudah cukup.
Kita telah belajar apa itu kata dasar, kata sambung, kata majemuk, awalan, akhiran kemudian kalimat, frase, kalimat majemuk, paragraf dan sebagainya. Semua telah kita pelajari. Namun entah karena lupa atau kurang paham, masih sering ditemukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan. Sebagai salah satu editor di harian online KabarIndonesia, saya sering menemukan kesalahan mendasar dari para pewarta warga.
Pertama, masih banyak penulis yang belum bisa membedakan mana di sebagai awalan dan mana di sebagai kata depan. Di sebagai awalan harus disambung dengan kata berikutnya. Sedangkan di sebagai kata depan harus dipisah. Di dalam kata diterima adalah awalan sehingga penulisannya harus disambung. Di dalam kata di belakang adalah kata depan sehingga penulisannya harus dipisah.
Sebenarnya untuk membedakannya sangat mudah. Di yang diikuti oleh kata kerja adalah awalan sehingga penulisannya harus disambung. Contohnya, diterima, dibuka, dihadang dan sebagainya. Di yang diikuti kata keterangan tempat adalah kata depan sehingga penulisannya harus dipisah. Contohnya, di belakang, di kantor, di rumah, di perpustakaan, di lapangan dan sebagainya.
Berikutnya adalah menulis dengan kalimat yang panjang-panjang. Tidak jarang satu paragraf hanya terdiri dari satu kalimat yang panjang sekali. Kalimat yang sangat panjang akan membingungakan pembaca. Sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi tulisan adalah untuk berkomunikasi. Fungsi atau tujuan komunikasi adalah menyampaikan pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain.
Kalimat yang panjang membuat orang yang membacanya kurang paham dan bingung. Dengan demikian, tujuan dari komunikasi itu tidak tercapai. Penulis melakukan hal yang sia-sia karena telah menulis panjang lebar namun tidak tercapai maksud dan tujuannya. Demikian juga dengan pembaca yang tidak memperoleh informasi atau pesan apa pun kecuali kebingungan.
Bill Scott dalam bukunya yang berjudul, “Keterampilan Berkomunikasi,” menyatakan bahwa kebanyakan orang dapat memahami kalimat yang panjangnya sekitar 16 sampai 19 kata. Penulis yang menggunakan kalimat yang lebih panjang akan menambah risiko sukar dimengerti.
Tidak ada salahnya kita membuka dan membaca lagi buku pelajaran bahasa Indonesia baik SMP maupun SMA untuk sekadar menyegarkan ingatan. Jangan berhenti belajar hanya karena sudah lulus dan mendapat ijazah. Agar bisa menulis dengan lebih baik, kita harus tetap dan terus belajar. Selamat belajar dan teruslah berlatih menulis.
No comments:
Post a Comment