Sering saya merenung dan malu. Sudah setua ini kok saya masih mudah marah ya? Ketika menghadapi situasi yang tidak mengenakan, menjengkelkan, saya langsung naik pitam. Saya tahu dan sadar bahwa marah itu tidak baik, apa pun alasannya. Karena saya tahu bahwa setiap persoalan sesungguhnya bisa diselesaikan dan dibicarakan dengan cara yang baik. Jadi tidak perlu marah dalam menyikapi sebuah persoalan. Tapi kok, hingga hari ini saya belum bisa seperti itu. Saya sedih, prihatin dan malu. Saya belum tahu bagaimana caranya belajar mengelola emosi.
Karena itulah saya kagum terhadap orang-orang besar yang sangat piawai mengontrol dan mengelola emosi dan perasaannya. Salah satu contoh misalnya mantan presiden BJ Habibi. Ketika menyampaikan laporan pertanggung jawabannya sebagai presiden di dalam sidam umum MPR tahun 1999. Beberapa anggota DPR-MPR menghujat, mencaci dan menghina, namun Sang Profesor itu tetap santai bahkan tersenyum-senyum mendengarnya. Tidak ada rasa marah, kesal atau kecewa. Bahkan beliau tetap mengucapkan terima kasih. Ini sungguh luar biasa. Tidak semua orang bisa bersikap seperti itu.
Mario Teguh dalam sebuah Super Point mengatakan dengan istilah titik didih. Titik didih berbanding lurus dengan kualitas pribadi. Semakin baik kualitas pribadi seseorang maka semakin tinggi titik didihnya. Orang-orang yang mudah marah hanya karena persoalan sepele, orang-orang yang mudah terlecut emosinya hanya karena tersenggol, adalah orang-orang yang memiliki kualitas pribadi rendah.
Jadi, sebagai pribadi yang baik, kita harus pandai mengelola emosi dan perasaan. Bagaimana pun caranya kita harus terus belajar dan berusaha memenej emosi dan perasaan kita. Karena kualitas pribadi itulah yang akan membedakan kita dengan orang lain yang ada di jalanan, yang ada di pasar dan di tempat lainnya.
Sumber gambar: google image
No comments:
Post a Comment