Siapa sebenarnya
Komunitas Pemandu Sorak itu? Mengapa mereka disebut demikian?
Beberapa kali saya
menyebut Kaum Pemandu Sorak dalam update status di facebook. Misalnya,
“Gerakannya selalu kompak dan serempak. Mereka mirip Kaum Pemandu Sorak”. Di
lain waktu saat Timnas menang atas Singapura, saya juga update status di
facebook. “Indonesia menang dan lolos ke semi final, kok Kaum Pemandu Sorak
nggak ada suaranya?”
Meski ada yang me-like status
facebook saya. Beberapa bahkan ada yang memberikan komentar. Namun saya yakin
banyak orang yang bingung. Mereka pasti bertanya-tanya dalam hati: “Siapa
sebenarnya Kaum Pemandu Sorak yang dimaksud penulis?”
Sudah cukup lama saya
mengamati di media sosial sebelum menyimpulkan adanya kelompok orang yang
gerak-geriknya mirip Pemandu Sorak. Dalam situasi dan momen tertent, gerakan
dan suara (pendapat) mereka selalu sama, kompak dan serempak. Karena itulah
saya menyebut mereka sebagai Kaum Pemandu Sorak. Belakangan kata Kaum saya
ganti dengan Komunitas. Jadilah Komunitas Pemandu Sorak (KPS).
Mereka memiliki ciri-ciri
yang khas sehingga mudah dikenali. Misalnya, fanatik dan militan, Kompak saat
mendukung sesuatu atau sebuah aksi yang sesuai dengan aspirasinya. Mereka
kompak juga saat menentang kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan sikap
politknya.
Beberapa contoh yang sempat
saya amati misalnya saat Polri berhasil menembak mati Komandan Teroris di wilayah
Poso, Santoso. Pemerintah dan masyarakat pada umumnya bersyukur karena pentolan
teroris yang selama ini meresahkan warga berhasil ditembak. Namun pendapat mereka
berbeda. “Kalau Santoso itu teroris, kenapa banyak orang yang mengiringi dan
mengantar ke pemakaman?” begitu komentar mereka di media sosial.
Mereka juga kompak dan
serempak saat “membully” Nusron Wahid usai tokoh muda NU itu tampil di ILC yang
disiarkan TVOne. Mereka ramai-ramai mengatakan bahwa Nusron Wahid bukan
keluarga mantan Presiden KH. Abdurrahman
Wahid. Mereka juga serempak men-share video pernyataan Lili Wahid, adik kandung
Gusdur yang mengatakan bahwa Nusron Wahid bukan keluarga KH. Abdurrahman Wahid.
Kemudian mereka dengan kompak dan serempak mengolok-olok Nusron Wahid dengan
sebutan Nusron Purnomo.
Sebagai pengamat berita
politik saya heran, kenapa mereka mempersoalkan Nusron Wahid bukan keluarga KH.
Abdurrahman Wahid. Padahal yang bersangkutan tidak pernah mengaku-ngaku keluarga
mantan presiden RI ke-4 itu. Lagian Wahid itu kan cuma nama. Bukan hanya Nusron
yang pakai nama Wahid, banyak yang lain.
Untuk melampiaskan
keheranan saya update status di facebook: “Saya tidak tahu apakah Hidayat Nur
Purnomo itu termasuk keluarga KH. Abdurrahman Wahid atau bukan. Saya hanya tahu
kalau Mas Purnomo itu salah satu tukang ojek yang biasa mangkal di pangkalan”
Kemudian betapa mereka punya
tingkah polah aneh yang lagi-lagi membuat mereka mudah dikelani. Mereka mengelu-elukan
Panglina TNI Jend. Gagot Nurmantyo seusai Panglima tampil di ILC beberapa waktu
lalu. Beberapa hari usai tampil di ILC TVOne, tak henti-hentinya puja-puji dan
sanjungan bertebaran di media social bagi mantan Pangkostrad itu. Saking
herannya, saya sampai membuat status di facebook: “Jend. TNI Gatot Nurmanto itu
dilantik pada Juli 2015, namun kenapa banyak yang baru pada ngeh sekarang ya?”
Jika kita mau terus
mengamati media sosial, tentu masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Terbaru, mereka rame-rame menyoraki MetrTV yang salah menyebut data dan Sari Roti yang menyampaikan rilis yang menurut mereka menyinggung perasaan mereka.
Kalau saya amati lebih seksama dan mengkomparasi dengan fenomena lain yaitu Kaum Sumbu Pendek (KSP), kok mirip mereka ya?
Kalau saya amati lebih seksama dan mengkomparasi dengan fenomena lain yaitu Kaum Sumbu Pendek (KSP), kok mirip mereka ya?
No comments:
Post a Comment