الثلاثاء، نوفمبر 24، 2009


DEPOK TERUS TUMBUH DAN BERKEMBANG

Kota Depok terus tumbuh dan berkembang. Seiring pertumbuhan dan perkembangan tersebut, maka Pemkot Depok melakukan pemekaran kecamatan dari enam kecamatan menjadi sebelas kecamatan. Pemekaran tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007. Berikut adalah daftar sebelas kecamatan hasil pemekaran yang terdiri dari enam puluh tiga kelurahan.

1. Kecamatan Beji meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Beji;
2. Kelurahan Beji Timur;
3. Kelurahan Kemiri Muka;
4. Kelurahan Pondok Cina;
5. Kelurahan Kukusan; dan
6. Kelurahan Tanah Baru.

2. Kecamatan Pancoran Mas meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Pancoran Mas;
2. Kelurahan Depok;
3. Kelurahan Depok Jaya;
4. Kelurahan Rangkapan Jaya;
5. Kelurahan Rangkap Jaya Baru; dan
6. Kelurahan Mampang.

3. Kecamatan Cipayung meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Cipayung;
2. Kelurahan Cipayung Jaya;
3. Kelurahan Ratu Jaya;
4. Kelurahan Bojong Pondok Terong; dan
5. Kelurahan Pondok Jaya.

4. Kecamatan Sukmajaya meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Sukmajaya;
2. Kelurahan Mekarjaya;
3. Kelurahan Baktijaya;
4. Kelurahan Abadijaya;
5. Kelurahan Tirtajaya;
6. Kelurahan Cisalak.

5. Kecamatan Cilodong meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Sukamaju;
2. Kelurahan Cilodong;
3. Kelurahan Kalibaru;
4. Kelurahan Kalimulya; dan
5. Kelurahan Jatimulya.

6. Kecamatan Limo meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Limo;
2. Kelurahan Meruyung;
3. Kelurahan Grogol; dan
4. Kelurahan Krukut.

7. Kecamatan Cinere meliputi kelurahan;
1. Kerurahan Cinere;
2. Kelurahan Gandul;
3. Kelurahan Pangkal Jati; dan
4. Kelurahan Pangkal Jati Baru.

8. Kecamatan Cimanggis meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Cisalak Pasar;
2. Kelurahan Mekarsari;
3. Kelurahan Tugu;
4. Kelurahan Pasir Gunung Selatan;
5. Kelurahan Harjamukti; dan
6. Kelurahan Curug.

9. Kecamatan Tapos meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Tapos;
2. Kelurahan Leuwinanggung;
3. Kelurahan Sukatani;
4. Kelurahan Sukamaju Baru;
5. Kelurahan Jatijajar;
6. Kelurahan Cilangkap; dan
7. Kelurahan Cimpaeun.

10. Kecamatan Sawangan meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Sawangan;
2. Kelurahan Kedaung;
3. Kelurahan Cinangka;
4. Kelurahan Sawangan Baru;
5. Kelurahan Bedahan;
6. Kelurahan Pengasinan; dan
7. Kelurahan Pasir Putih.

11. Kecamatan Bojongsari meliputi kelurahan;
1. Kelurahan Bojongsari;
2. Kelurahan Bojongsari Baru;
3. Kelurahan Serua;
4. Kelurahan Pondok Petir;
5. Kelurahan Curug;
6. Kelurahan Duren Mekar; dan
7. Kelurahan Duren Seribu

Sumber: www.depok.go.id

الأربعاء، نوفمبر 18، 2009


DEPOK, DARI MASA KE MASA (2)

Depok adalah sebuah kota madya di propinsi Jawa Barat. Sebelum menjadi kota madya, Depok dulunya adalah sebuah kecamatan yang masuk wilayah kawedanaan Parung, kabupaten Bogor. Letak kota Depok sangat strategis karena menghubungkan antara Jakarta dengan Bogor. Karena lokasinya yang strategis, maka Depok menjadi pilihan untuk membangun berbagai sarana dan fasilitas umum. Beberapa kompleks Perumahan dibangun oleh Perumnas. Pemerintah juga membangun Universitas Indonesia (UI) di Pondok Cina, Depok. Setelah dibangunnya perumahan dan juga UI, maka perkembangan Depok tak terelakan lagi.

Melalui Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1981, Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok yang diresmikan pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menterai Dalam Negeri waktu itu yakni H. Amir Machmud. Kota Administratif Depok terdiri dari tiga kecamatan dengan 17 desa, yaitu Pancoran Mas (Depok, Depok Jaya, Pancoran Mas, Mampang, Rangkapan Jaya, Rangkapan Jaya Baru), Sukmajaya (Mekarjaya, Sukmajaya, Sukamaju, Cisalak, Kalibaru, Kalimulya, dan Beji (Beji, Tanah Baru, Kemiri Muka, Kukusan, dan Pondok Cina).

Ketika menjadi kota administatif, terus berlangsung dengan begitu cepat dan pesatnya.Di bidang pemerintahan misalnya, semua desa berubah status menjadi kelurahan. Selain itu juga terjadi pemekaran beberapa kelurahan. Di kecamatan Beji, kelurahan Beji dimekarkan menjadi dua kelurahan yaitu kelurahan Beji dan Beji Timur. Dengan demikian, kecamatan Beji yang tadinya terdiri dari lima kelurahan berkembang menjadi enam kelurahan. Sementara Kecamatan Sukmajaya yang tadinya terdiri dari enam kelurahan berkembang menjadi sebelas kelurahan. Sebelas kelurahan tersebut adalah Mekarjaya, Sukmajaya, Abadijaya, Baktijaya, Sukamaju, Kalimulya, Kalibaru, Cisalak, Cilodong, Jatimulya, dan Tirtajaya. Sedangkan kecamatan Pancoran Mas tetap dengan enal kelurahan.

Kota administratif Depok terus berkembang pesat. Beberapa kompleks perumahan terus dibangun oleh para pengembang. Berbagai pusat perbelanjaan juga dibangun. Maka jumlah penduduk pun terus bertambah. Seiring perkembangan yang cukup cepat dan adanya aspirasi dan tuntutan dari masyarakat, Depok berubah status menjadi Kotamadya. Kotamadya Depok diresmikan pada tanggal 27 April 1999.

Kotamadya atau kota Depok terdiri dari enam kecamatan dan 24 kelurahan serta 39 desa yaitu;
1. Kecamatan Pancoran Mas

Kelurahan Pancoran Mas, Kel. Depok, Kel. Depok Jaya, Kel. Mampang, Kel. Rangkapan Jaya, Kel. Rangkapan Jaya Baru, dan Desa Cipayung, Des. Cipayung Jaya, Des. Ratu Jaya, Des. Pondok Terong, serta Des. Pondok Jaya.

2. Kecamatan Sukmajaya

Kelurahan Sukmajaya, Kel. Mekarjaya, Kel. Abadijaya, Kel. Baktijaya, Kel. Sukamaju, Kel. Kalimulya, Kel. Kalibaru, Kel. Jatimulya, Kel. Tirtajaya, Kel. Cisalak, dan Kel. Cilodong,

3. Kecamatan Beji

Kelurahan Beji, Kel. Beji Timur, Kel. Kemiri Muka, Kel. Pondok Cina, Kel. Tanah Baru, dan Kel. Kukusan.

4. Kecamatan Cimanggis

Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.

5. Kecamatan Sawangan

Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan, Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.

6. Kecamatan Limo

Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.

Tahun 90-an, Depok masih sepi dan lengang. Tidak seperti sekarang, Depok macet luar biasa. Jalan-jalan di Depok saat itu masih sepi, lengang. Di tahun 1992, ketika penulis sedang membonceng sepeda motor di Jalan Margonda Raya guna mengantar surat dinas, hampir saja tersenggol mobil yang melaju sangat kencang. Ya, saat itu mobil dan motor yang melintasi Margonda Raya hampir dipastikan melaju dengan kecepatan tinggi karena kondisi jalan yang sepi.

Terminal Depok waktu itu belum ada. Jalan Nusantara Raya, dekat simpang lima menjadi tempat ngetem kendaraan ke berbagai jurusan khususnya Metromini Depok – Pasar Minggu. Jadi semacam terminal bayangan atau terminal sementara. Meski Metromini masuk dan melewati jalan Nusantara Raya namun tidak menimbulkan kemacetan. Mungkin karena angkot waktu itu masih bisa dihitung dengan jari. Tak terbayang seandainya sekarang Metromini masih melewati Nusantara. Kendaraan yang akan menuju Sawangan, Pitara, atau Tanah Baru harus mengantri lima belas menit hingga setengah jam untuk melewati lampu merah simpang lima.

Simpang lima Depok? Simpang lima atau simpang enam?

Bersambung

Sumber Referensi:
- www. depok.go.id
- id.wikipedia.org

الاثنين، نوفمبر 16، 2009


Depok, (dulu) Tempat Jin Buang Anak

Depok adalah sebuah kota hasil pemekaran dari wilayah kabupaten Bogor. Posisinya sangat strategis karena menghubungkan Jakarta dengan Bogor. Maka tak mengherankan jika Depok mengalami perkembangan yang begitu pesat. Saat ini Depok salah satu kota penyangga dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta selain Bekasi, Tangerang, dan Bogor. Oleh karena itu sebutan Jabotabek yang dulu akrab di telinga kita, sekarang berubah menjadi Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).

Saat ini, Depok memang menjadi sebuah kota yang ramai karena perkembangannya yang begitu pesat. Salah satu indikasinya adalah kemacetan. Kemacetan menjadi sesuatu yang tidak asing lagi bagi warga Depok dan sekitarnya. Angkutan Kota (Angkot), sepeda motor, dan juga mobil-mobil pribadi sama banyaknya. Hal itu terjadi seiring jumlah pendudukan kota Depok yang terus bertambah dan bertambah.

Mungkin sekarang tidak banyak yang tahu kalau Depok di masa lalu adalah sebuah wilayah yang terasa jauh dari Jakarta dan sangat sepi. Kata orang, Depok itu dahulu tempat jin buang anak. Ya, istilah itu sering saya dengar ketika dulu saya pertama kali datang ke Depok, tahun 1990. Orang Depok atau orang yang sudah lama tinggal di Depok, akan mengiyakan cerita tersebut. Kenapa Depok sampai disebut tempat jin buang anak? Begitu seramkah Depok di masa lalu?

Yang disebut Depok dulunya adalah Depok Lama, yang sekarang adalah salah satu kelurahan di kecamatan Pancoran Mas, kota Depok. Bagaimana ceritanya Depok yang dulu sepi dan menjadi tempat jin buang anak berubah menjadi kota yang ramai dan tak pernah lepas dari kemacetan? Berikut adalah sejarah kota Depok.

Pada akhir abad ke-17, tepatnya tanggal 18 Mei 1696, atau 13 Maret 1675 (ada dua versi), Cornelis Chastelein, seorang saudagar Belanda eks VOC membeli tanah di beberapa tempat, salah satunya adalah di Depok. Tanah Depok di beli dengan harga 700 ringgit, dengan status tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Untuk memelihara tanah yang begitu luas dan subur tersebut diperlukan tenaga kerja. Chastelein mendatangkan pekerja-pekerja yang berjumlah kurang lebih 150 orang dari berbagai daerah seperti dari Sulawesi, Kalimantan, Bali, Betawi, dan daerah lain. Para pekerja dan keturunannya sering disebut sebagai budak. Ada juga yang menyebut mereka dengan istilah Belanda Depok. Tentang sebutan budak, mereka tidak keberatan karena memang sejarah mengatakan demikian. Namun tentang sebutan Belanda Depok, mereka keberatan pasalnya tak mau dianggap antek Belanda.

Sejak itulah Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintah Belanda di Batavia menyetujui pemerintahan Chastelein ini, dan menjadikannya sebagai kepala negara Depok yang pertama.
Daerah otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. Sebelum meninggal pada tanggal 28 Juni 1714, Chastelein sudah mempersiapkan surat wasiat yang isinya memerdekakan seluruh pekerja beserta keluarganya. Ia juga mengajak pekerja-pekerja untuk menganut agama Kristen Protestan dan dan meminta setiap kepala keluarga untuk memakai nama-nama sebagai berikut; Jakob, Joseph, Jonathans, Leander, Laurens, Loen, Samuel, Soedira, Zadokh, Isakh, Tholense, Bacas. Jadilah nama-nama tersebut sebagai marga orang Depok (Lama) hingga saat ini.

Rupanya surat wasiat Chastelien tersebut membuat berang gubernur jendral Belanda di Batavia. Gubernur tidak setuju kalau tanah-tamah itu diwariskannya kepada para pekerja. Maka dengan segera pemerintah Belanda mengirim utusan untuk membatalkan isi surat wasiat tersebut, dan mengubahnya menjadi tanah Depok yang diwariskan kepada anak Chastelein. Pengubahan surat wasiat itu cukup beralasan, sebab dalam undang-undang pemerintah kerajaan Belanda, tidak dibenarkan seorang Belanda mewariskan hartanya kepada orang lain, di luar orang Belanda.

Meski demikian, pemerintah Belanda masih mau bersikap luwes. Dibalik surat wasiat Chastelein disebutkan, bahwa para pekerja masih diijinkan menggarap tanah yang selama ini mereka kerjakan dengan status hak pakai. Secara hukum berarti para bekas pekerja berstatus penggarap sekaligus berhak menikmati sebagian hasil dari garapannya.Lama kelamaan hak pakai atas tanah tersebut berubah menjadi hak milik. Atau dikenal dengan Deelgerehtigen.

Para bekas pekerja itu merasakan hidup enak di masa pendudukan Hindia Belanda. Mereka bisa mengenyam pendidikan, bekerja di pemerintahan dan menjadi petani kaya dengan tanah yang luas. Namun nasib mereka berbalik saat Jepang menduduki Indonesia. Mereka mulai merasakan kesulitan hidup. Hal itu berlanjut hingga masa kemerdekaan.
Pada tanggal 4 Agustus 1952, pemerintah Indonesia mengeluarkan ganti rugi sebesar Rp. 229.261,26,-. Seluruh tanah partikelir Depok menjadi hak milik pemerintah RI, kecuali hak-hak eigendom dan beberapa bangunan seperti Geraja, Sekolah, Pastoran, Balai pertemuan, dan Pemakaman.

Pada tanggal itu pula berdiri LCC (lembaga cornelis chastelein), sebuah organisasi sosial yang mengurus sekolah, pemakaman, dan kesejahteraan penduduk Depok Lama..

Polemik Asal Mula Nama Depok

Seorang sejarawan Belanda yang menulis bahwa nama Depok berasal pada masa Cornelis Chastelein. Namun, H. Nawawi Napih, penduduk Depok yang sejak 1991 mengadakan penelitian membantah Depok baru dikenal sejak masa Cornelis Chastelein. Pendapat yang sama juga dikemukakan H Baharuddin Ibrahim dkk dalam buku 'Meluruskan Sejarah Depok'.

Argumen mereka adalah bahwa nama Depok sudah ada sebelum Chastelein membeli tanah Depok. Mereka mengutip cerita Abraham van Riebeeck ketika pada 1703, 1704, dan 1709 selaku inspektur jenderal VOC mengadakan ekspedisi menelusuri sungai Ciliwung. Melalui rute: Benteng (Batavia) - Cililitan - Tanjung (Tanjung Barat) - Seringsing (Serengseng) - Pondok Cina - DEPOK - Pondok Pucung (Terong).
Meski demikian masih ada perbedaan pendapat antara H. Nawawi Napih dengan H. Baharuddin Ibrahim perihal asal mula kata Depok.

Menurut H. Nawawi Napih, yang mendapat keterangan berdasarkan cerita MW Bakas, salah seorang keturunan asli Depok yang mengatakan, waktu perang antara Pajajaran dengan Banten-Cirebon (Islam) tentara Pajajaran membangun padepokan untuk melatih para prajuritnya dalam mempertahankan kerajaan. Padepokan ini dibangun dekat Sungai Ciliwung. Terletak antara pusat kerajaan Pajajaran (Bogor) dan Sunda Kelapa (Jakarta). Dari asal kata padepokan itulah kemungkinan nama Depok berasal.

Argumen yang menguatkan pendapat tersebut yaitu adanya nama-nama kampung di Depok yang menggunakan bahasa Sunda. Nama kampung tersebut seperti Parung Blimbing (di Depok Lama) di selatan, Parung Malela di utara dan Kampung Parung Serab di sebelah timur seberang Ciliwung berhadapan dengan Parung Belimbing. Kampung-kampung tersebut terletak di tepi kali Ciliwung. Di saat terjadi peperangang, kampung-kampung tersebut dijadikan basis pertahanan tentara Pajajaran terhadap kemungkinan serangan Cirebon dan Banten ke pusat pemerintahan di Bogor melalui Kali Ciliwung. Kemungkinan yang lain, kampung tersebut dijadikan sebagai basis pertahanan untuk menyerang Sunda Kelapa.

Versi yang lain diungkapkan menurut ''Sejarah Singkat Kota Depok'' dinyatakan antara Perumnas Depok I dan Depok Utara terdapat tempat yang disebut Kramat Beji. Di sekitarnya terdapat 7 buah sumur berdiameter satu meter. Di sekitar sumur tersebut, ada beberapa pohon beringin yang besar dan rindang. Di bawah pohon beringin itu, terdapat sebuah bangunan kecil yang selalu terkunci. Di dalam bangunan yang masih dapat kita jumpai terdapat banyak sekali senjata kuno, seperti keris, tombak dan golok. Menurut keterangan di Kramat Beji, dulu sering diadakan pertemuan antara Banten dan Cirebon. Jadi senjata-senjata ini peninggalan tentara Banten waktu melawan VOC. Ditempat semacam ini biasanya diadakan latihan bela diri dan pendidikan agama yang sering disebut Padepokan. Dari sinilah, nama Depok kemungkinan besar berasal yakni dari kata Padepokan yang terletak di Kramat Beji.

Melalui bukunya yang berjudul ''Meluruskan Sejarah Depok'', H Baharuddin Ibrahim dkk membantah bahwa nama Depok berasal dari masa kerajaan Pajajaran. Alasannya, nama Depok di masa Pajajaran belum ditemukan, baik dalam naskah lama yang ditulis para penulis Portugis, maupun dalam cerita yang mengisahkan raja-raja Pajajaran. Menurutnya, padepokan baru dikenal setelah masa Islam. Karena untuk tempat yang sama di masa Hindu, orang menyebutnya sebagai Mandala.

Versi mana yang benar? Sangat menarik untuk diperbincangkan dan masih perlu penelusuran lebihh lanjut.

Sumber Referensi:
1. www.depok.go.id
2. http://ikatila.wordpress.com
3. http://Softoh-jamaah.blogspot.com
4. id.wikipedia.org/wiki/Kota_Depok

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...