الأحد، يونيو 21، 2020

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA

Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id)

Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini yakni Dyah Hayuning Pratiwi adalah keturunan dari Kyai Arsantaka?

Ya, ternyata Tiwi, panggilan akrab Dyah Hayuning Pratiwi adalah sosok yang tidak asing di lingkungan pemerintahan kabupaten Purbalingga.  Dia adalah putri sulung dari Triyono Budi Sasongko, bupati Purbalingga periode 2000 – 2010. 

Tiwi merupakan keturunan Arsantaka dari garis ibunya, RR. Ina Ratnawati. Dia putri R. Subagio Wiryo Saputro yang merupakan cucu dari dari Dipokusumo V atau bupati Purbalingga yang ke-7 91983 – 1899). 

Selengkapnya, bupati Purbalingga dari trah Arsantaka yaitu Dipayuda III, Dipokusumo I, Brotosoediro, Dipokusumo II, Dipokusumo III, Dipokusumo IV. Kemudian Dipokusumo V, Dipokusumo VI, dan Aryo Soegondo. Berikutnya adalah Dyah Hayuning Pratiwi, bupati Purbalingga sekarang.

Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (beritabalap.com)

Profil Dyah Hayuning Pratiwi

Dyah Hayuning Prawiti, bupati Purbalingga saat ini adalah bupati perempuan pertama dalam sejarah Purbalingga. Usianya masih tergolong muda, lahir di Jakarta pada 11 April 1987. Setelah lulus SMAN 8 Jakarta, ia melanjutkan pendidikan sarjana Ilmu Ekonomi Kelas Internasional, Universitas Indonesia. Setelah lulus tahun 2010, Tiwi, demikian bupati Purbalingga ini biasa dipanggil, mendapat gelar Bachelor of econommics with Major In International trade and Finance, The University of Quensland, Australia.

Pada 17 Desember 2015, KPU Purbalingga mengumumkan bahwa pasangan Tasdi-Tiwi yang diusung PDIP, Gerindra, PAN, PKS dan Nasdem memenangkan Pilkada. Pasangan Tasdi-Tiwi meraih 228.037 suara (54,51%) sementara lawannya pasangan Sugeng-Sutjipto meraih 190.276 suara (45,49%).

Pada 17 Februari 2016, Pasangan Tasdi-Tiwi dilantik oleh Gubernur Ganjar Pranowo, di Semarang sebagai Bupati-Wakil Bupati Purbalingga. Pada 4 Juni 2018 bupati Tasdi ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). Plt. Gubernur Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko pada 8 Juni 2018 melantik Dyah Hayuning Pratiwi sebagai Plt Bupati Purbalingga. 

Pada 6 Februari 2019, sidang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), menjatuhkan vonis 7 tahun penjara untuk mantan bupati Purbalingga, Tasdi. Setelah ada putusan hukum yang tetap tersebut, kemudian Tiwi dilantik sebagai Bupati Purbalingga oleh gubernur Jawa Tengah ganjar Pranowo  pada 12 April 2019. 

Berikut adalah daftar bupati Purbalingga selengkapnya.

Masa Kolonial Belanda (Sebelum Merdeka)
1. Raden Tumenggung Dipoyudo III (Tahun 1759 – 1787)
2. Raden Tumenggung Dipokusumo I (Tahun 1792 – 1811)
3. Raden Mas Tumenggung Brotosudiro (Tahun  1811 – 1831)
4. Raden Mas Tumenggung Adipati Dipokusumo II (Tahun 1831 – 1855)
5. Raden Adipati Dipokusumo III (Tahun 1855 – 1868)
6. Raden Adipati Dipokusumo IV (Tahun 1868 – 1883)
7. Raden Tumenggung Dipokusumo V (Tahun 1883 – 1893)
8. Raden Brotodimedjo (Tahun 1893 – 1899)
9. Raden Tumenggung Adipati Dipokusumo VI (Tahun 1899 – 1925)
10. K.R.A.A. Soegondo (Tahun 1925 – 1946)

Masa Pemerintahan Indonesia (Setelah Merdeka)
11. Mas Soeyoto (Tahun 1946 – 1947)
12. Raden Mas Kartono (Tahun 1947 – 1950)
13. Raden Oetoyo Koesoemo (Tahun 1950 – 1954)
14. Raden Hadisoekmo (Tahun 1954 – 1960)
15. Raden Mohammad Soedjadi (Tahun 1960 – 1967)
16. Raden Bambang Moerdharmo, SH. (Tahun 1967 – 1973)
17. Letkol Goentoer Daryono (Tahun 1973 – 1979)
18. Dr. Soetarno (Tahun 1079 – 1984)
19. Drs. Soekirman (Tahun 1984 – 1989)
20. Drs. Soelarno (Tahun 1989 – 1999)
21. Triyono Budi Sasongko (Tahun 2000 – 2010) 
22. Drs. Heru Sudjatmoko, M.Si. (Tahun 2010 – 2013)
23. Drs. Sukento Ridho Marhaendrianto, M.Si. (Tahun 2013 – 2015)
24. Budi Wibowo, Penjabat (Tahun 2015 – 2016)
25. Tasdi, SH., MM. (Tahun 2016 –  2018)
26. Dyah Hayuning Pratiwi (Tahun 2018 - .......)

Demikian daftar bupati Purbalingga mulai dari bupati pertama, Raden Tumenggung Dipoyudo III (Ki Arsayuda, putra Ki Arsantaka) hingga bupati saat ini, Dyah Hayuning Prawiti. Semoga bermanfaat.  

Sumber Referensi:
1. id.wikipedia.org
2. liputan6.com
3. bupati.purbalingga.go.id
4. suaramerdeka.com

Foto: beritabalap.com

Sejarah Purbalingga 2: Ki Arsantaka, Leluhur Bupati Purbalingga

Sejarah Purbalingga 2: Ki Arsantaka, Leluhur Bupati Purbalingga

Foto: Makam Ki Arsantaka (Dok. id.foursquare)

Belum ada dokumen yang menceritakan tentang wafatnya kedua istri dari Raden Hanyokrokusuma. Namun di sebuah blog seputarpurbalingga.blogspot.com diceritakan bahwa setelah lama membujang, Raden Hanyakrakusuma kemudian kawin lagi dengan seorang puteri dari Arenan. Konon Arenan ini berasal dari kata Aren dan tempat itu ada di sekitar Kaligondang sekarang. Bila dilihat dari segi usia, perkawinan antara Adipati Onje dengan puteri Arenan ini sebenarnya tidak seimbang.

Dari perkawinan ini, Raden Hanyakrakusuma menurunkan Kiai Yudantaka dan Kiai Arsantaka. Kiai Yudantaka mempunyai kegemaran bertani. Ketika wafat jenazahnya dimakamkan di desa Kedungwringin termasuk Kecamatan Kalimanah, Purbalingga.

Sebaliknya Kiai Arsantaka, karena tidak cocok dengan saudara-saudaranya (Putera-puteri Adipati Onje dari isteri terdahulu) terpaksa meninggalkan Onje dan berkelana ke timur. Di desa Masaran, kini kecamatan Bawang, Banjarnegara. Di sana ia kemudian diambil anak angkat oleh Kyai Rindik atau  Ki Wanakusuma yang masih keturunan dari Ki Ageng Giring dari Mataram.

Pada tahun 1740-1760 Ki Asantaka diangkat menjadi demang Pagendolan yang sekarang termasuk desa Masaran. Ia mempunyai dua isteri. Masing-masing Nyai Merden (keturunan Raden Wargautama II), Bupati Banyumas) dan Nyai Kedunglumbu.

Dalam perkawinannya dengan Nyai Merden, ia menurunkan:
1.      Kiai Arsamenggala,
2.      Kiai Dipayuda Gabug,
3.      Kiai Arsayuda yag kemudian bergelar Tumenggung Dipayuda III, Bupati pertama Purbalingga,
4.      Kiai Ranumenggala, Demang Pasiraman,
5.      Nyai Pancaprana

Sedang dengan Nyai Kedunglumbu hanya menurunkan seorang putera yaitu, Mas Candiwijaya Patih Purbalingga.

Waktu itu desa-desa Purbalingga dan Banjarnegara belum mempunyai Adipati. Kademangan Pagendolan masih di bawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk Kecamatan Kutasari, Purbalingga). Ngabehi Karanglewas waktu itu adalah Tumenggung Dipayuda I yang mempunyai atasan lagi yaitu Adipati Banyumas Yudanegara III, tahun 1730-1749. Tumenggung Yudanegara III adalah kakak dari Ngabehi Karanglewas, sama-sama putera Yudanegara II yang menjadi Adipati Banyumas tahun 1710-1728.

Tahun 1749 pecah perang Mnagkubumen. Karena perang terjadi di desa Jenar, sebelah barat sungai Bogowonto, maka dikenal juga dengan nama perang Jenar. Perang Mangkubumen adalah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II. Perang itu terjadi dikarenakan Pangeran Mangkubumi merasa tidak puas dengan sikap kakaknya yang dianggapnya lemah terhadap penjajah Belanda.

Ada versi lain bahwa penyebab peperangan tersebut adalah karena Paku Buwono II ingkar janji terhadap adiknya Pangeran Mangkubumi. Pangeran Paku Buwono II pernah berjanji akan memberikan sebidang tanah jika Pangeran Mangkubumi berhasil menundukkan Mas Said. Namun janji itu tidak ditepati sehingga menimbulkan perselisihan antara Pangeran Paku Buwono II di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said di lain pihak. Dalam peperangan tersebut Belanda juga ikut campur dan berada di pihak Pangeran Paku Buwono II.  

Saat itu pasukan Banyumas dipimpin Raden Tumenggung Yudanegara III sebagai panglima perang. Sedangkan Tumenggung Dipayuda I dan Kiai Arsantaka merupakan komandan-komandan kesatuan bawahnya. Adipati Banyumas Raden Tumenggung Yudanegara III dan prajuritnya berada di pihak Paku Buwono II.

Ketika perang Mangkubumen mulai berkobar tahun 1749 Sunan Pakubuwana II wafat. Sebelum wafat, Paku Buwono II sempat menitipkan kerajaan Mataram kepada kompeni Belanda. Kemudian kompeni mengangkat putera Sunan Pakubuwana II menjadi Raja Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwana III, atau Kanjeng Sunan Pakubuwana Senapati Nglaga Ngabdoerahman Sajidin panatagama Tata Pandita Rasaning Boemi, pada hari Senen Pagi bulan sura, Alip 1675 tahun jawa.

Dalam perang Mangkubumen yang terjadi di sebelah barat sungai Bogowonto tersebut, pasukan Adipati Banyumas Tumenggung Yudanegara III (Adipati Banyumas) yang dibantu oleh Dipayuda I, yaitu Ngabehi Karanglewas dan Ki Arsantaka berada di pihak Pakubuwono II. 

Sementara itu pasukan Mangkubumen dalam menghadapi lawan, telah menggunakan taktik perang gerilya. Dengan demikian mereka berhasil menjebak serta membinasakan Pakubuwana III dan kompeni yang berjumlah besar. Majoor de Clerx, Kapten Hoetje dan Dipayuda 1 pada tagga 12 Desember 1751 (Minggu legi 22 Sura Jumawal 1677 Jawa) tewas dalam pertempuran itu. Jenazah Dipayuda 1 hilang. Sedangkan 40 orang serdadu Belanda (Kompeni) yang bersembunyi di desa Ganggeng ditawan. Pangeran Kabanaran beristirahat (mesanggrah) di Cengkawak.

Melihat kenyataan ini pembesar-pembesar VOC menjadai cemas. Mereka segera membujuk Pangeran Mangkubumi agar mau berdamai. Bujukan itu ternyata berhasil, tahun 1755 ditandatangani perjanjian Gianti yag isinya: Kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran Mangkibumi dan Mataram Timur tetap dikuasai Sunan Pakubuwana III.

Kemudian Pangeran Mangkubumi bertahta menjadi raja dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I. Sebagai patihnya diangkat Raden Tumenggung Yudanegara III, yang bergelar Kanjeng Raden Adipati Danureja I. pengangkatan ini sbenarnya bersifat politis, karena meskipun Tumenggung Yudanegara III semula dianggap sebagai lawan, namun ia mempunyaipengaruh sangat besar dikalangan masyarakat, khusunya masyarakat Banyumas. Kerajaan Mataram barat disebut Ngayogyakarta Hadiningrat yang sekarang lebih dikenal dengan nama Jogjakarta.

Mas Said masih terus melanjutkan perlawanan, tahun 1757 ia terpaksa mengadakan perdamaian. Dalam perjanjian Salatiga ditetapkan, bahwa Mataram timur (Surakarta) dipecah menjadi dua, sebagian tetap menjadi kekuasaan Sunan Pkaubuwana III, sebagian lagi diserahkan kepada Mas Said.
Mas Said kemudian bergelar Mangkunegara, dan daerahnya disebut Mangkunegaran.
Heroisme Ki Arsantaka ketika terjadi perang jenar 

Dalam pertempuran tersebut Raden Tumenggung Dipoyudo I gugur, jenazahnya hilang. Namun berkat ketekunan dan keberanian Ki Arsantaka jenazah tersebut berhasil ditemukan kembali di desa Jenar, kemudian dimakamkan di “Astana Redi Bendungan” desa Dawuhan, Banyumas. Selanjutnya dikenal degan sebutan Ngabehi Seda Jenar.

Kedudukan Raden Tumenggung Dipayuda I digantikan putera dari Tumenggung Yudanegara III dengan gelar Tumenggung Dipayuda II. Sebagai rasa terima kasih, Raden Tumenggung Yudanegara III mengambil menantu putera Kiai Arsantaka yaitu Kiai Arsayuda. Bahkan Kiai Arsayuda diangkat menjadi Patih Karanglewas mendampingi Raden Dipayuda II.

Setelah menjabat Ngabehi Karanglewas ternyata Raden Tumenggung Dipayuda II sakit-sakitan. Ia tidak lama menjabat sebagai Ngabehi Karanglewas yakni hanya tiga tahun, dari tahun 1755-1758. Ia disebut pula Nagabehi Seda Benda. Kemudian jabatannya dilimpahkan kepada Ki Arsayuda yang kemudian bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.

Maka sampai disinilah keturunan dari Adipati Banyumas dan dimulainya keturunan Ki Arsantaka sebagai cikal bakal bupati purbalingga selanjutnya sekaligus berdirinya Kabupaten Purbalingga.
Sementara pada akhir hayatnya, Ki Arsantaka dan Nyai Merden dimakamkan di desa Masaran. Namun atas pertimbangan ahli warisnya,  kedua makam itu dipindah ke makam Pakuncen Purbalingga Lor yang sampai sekarang dikenal dengan nama Makam Arsantaka.
Raden Tumenggung Dipayuda III, Bupati Purbalingga I 

Di masa pemerintahan Ki Arsayuda (1728), ayahnya yaitu Arsantaka sebagai penasehat memberi saran agar pusat pemerintahan dipindahkan dari Karanglewas ke desa Purbalingga. Perpindahan pusat pemerintahan kemudian diikuti dengan pembangunan rumah, pendopo, kantor pemerintahan dan alun-alun pada tahun 1759. Dari situlah Tumenggung Dipayuda III kemudian dalam sejarah tercatat sebagai Bupati Purbalingga I. 

Sejarah Purbalingga setidaknya tercatat dalam empat kitab babad yaitu kitab Babad Onje, Babat Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain itu sejarah Purbalingga juga terdapat pada arsip-arsip peninggalan Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia. 

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka pemerintahan kabupaten Purbalingga menetapkan  tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je. Penetapan itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 15 tahun 1996. Dengan demikian, tanggal 18 Desember adalah hari jadi kota kabupaten Purbalingga.

Sumber Referensi:
1. id.wikipedia.org
2. purbalingga.go.id
3. purbalingganews.net
4. seputarpurbalingga.blogspot.com
5. mencarisejarah.blogspot.com

Foto: id.foursquare.com

Sejarah Purbalingga 1: Ki Tepus Rumput

Sejarah Purbalingga: Ki Tepus Rumput

Foto: Makam Medang (Dok. arifsae.com)

Sejarah Purbalingga dimulai dari masa kerajaan Pajang pada tahun 1546. Pendiri dan sekaligus yang menjadi raja Pajang pertama adalah Sultan Hadiwijaya yang berkuasa dari tahun 1546 – 1582. Pajang adalah sebuah kerajaan yang berdiri sebagai kelanjutan kerajaan Demak.  Saat Sultan Hadiwijaya memerintah, pusat kerajaan dipindah dari Demak ke Pajang, sebuah wilayah di sekitar Surakarta.  

Sultan Hadiwijaya bernama asli Mas Karebet adalah putra dari Ki Ageng Pengging (Kebo Kenanga). Karena kesaktian, ketangguhan dan ketampanannya, Mas Karebet kemudian diberi julukan Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru kepada Ki Ageng Sela. Sementara ayahnya, Ki Ageng Pengging (Kebo Kenanga) adalah keturunan dari Ki Ageng Wuking (Andayaningrat) dengan Ratu Pambayun (Putri Raja Brawijaya) dari Majapahit. 

Pada masa kerajaan Pajang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya (1546-1582), pada masa itu di Pengalasan Kulon (di lereng gunung Slamet sebelah tenggara) terdapat seorang laki-laki bemama Ki Tepus Rumput. Tak seorangpun tahu tentang asal-usul orang tersebut. 

Tetapi menurut cerita sementara orang, bahwa ia adalah seorang yang ditempatkan di lereng gunung Slamet, oleh Syehkh Bakir, agar beranak-cucu untuk mengubah hutan Pengalasan Kulon menjadi sebuah pedesaan/pedusunan. Siapa itu Syehkh Bakir, belum ada cerita tentang sosok yang satu ini. 

Namun sayang sebelum mempunyai keturunan, isteri Ki Tepus Rumput meninggal dunia. Akibat kematian isterinya, Ki Tepus Rumput sangatlah terpukul dan menderita. Kehidupan sehari-harinya menjadi murung dan tidak tentram karena selalu teringat isteri yang tercinta. Kian hari tubuhnya semakin kurus kering, wajahnya pucat pasi. Matanya dan pipinya menjadi cekung. Rambut dan janggut yang tak terurus lagi menjadi lebat panjang. Kulit mukanya menjadi kisut, amat lesu dan tampak lebih tua dibanding dengan usia sebenarnya.

Pada suatu malam ia sedang duduk termenung di bawah sebuah pohon jati di téngah hutan. Kedua telapak tangannya menutup erat-erat pada wajahnya untuk menahan rasa sedih. Ia terkejut saat melepaskan kedua tangan dari wajahnya. Di depannya telihat ada sebuah bayangan yang menyerupai manusia berjanggut panjang mengenakan jubah putih. 

Ia lebih   terkejut lagi ketika sosok bayangan itu bersuara. Sosok bayangan itu memerintahkan agar Ki Tepus Rumput mencari cincin permata Soca Ludira yang terdapat di sekitar tempat itu di bawah pohon jati. Bayangan itu mengaku dirinya bemama Kyai Kantharaga, yang juga adalah eyang (kakek) dari Ki Tepus Rumput sendiri. Pesannya bila cincin ilu telah ditemukan, agar segera diserahkan  kepada Sultan Pajang.

Ki Tepus Rumput sempat bingung dan heran. Semula suara bayangan tadi dianggap tidak masuk akal. Karena kebingungan, ia kemudian berjalan mondar-mandir sambil mengumpulkan batu - batu yang berserakan di sekitar pohon jati . Tumpukan batu paling atas lalu digambari wajah bayangan tadi dengan mempergunakan kapur sirih. 

Tempat dimana batu itu dikumpulkan, sampai sekarang dikenal sebagai desa Bata Putih. Setelah lama mencarinya, akhirnya cincin itu berhasil ditemukan. Sesuai pesan Ki Kantharaga, Ki Tepus Rumput segera meninggalkan tempat itu untuk pergi ke Pajang untuk menyerahkan cincin Soca Ludira yang ia temukan.

Raden Adipati Ore-Ore

Sesampainya di Pajang, Ki Tepus Rumput langsung menghadap Sultan Hadiwijaya menyampaikan cincin hasil temuannya. SultanHadiwijaya sangat terkejut campur haru, saat menerima kembali cincin Soca Ludira dari Ki Tepus Rumput. Memang sejak hilangnya cincin Soca Ludira itu, Baginda Sultan mengadakan sayembara. Bagi siapa saja yangmenemukan cincin Soca Ludira, bila ia seorang pria akan diberi selir yang tercantik. Sebaliknya bila si penemu wanita, ia akan diberi hadiah istimewa yaitu dijadikan isteri Sultan sendiri.

Namun saat itu tak seorangpun diantara rakyat Pajang yang dapat menemukan kembali cincin tersebut. Adalah Ki Tepus Rumput yang akhirnya berhasil menemukan cincin itu.  Ki Tepus Rumput adalah seorang laki-laki yang berasal dari Pengalasan Kulon yang letaknya cukup jauh dari pusat pemerintahan Pajang. Sesuai janji Sultan Hadiwijaya, ia berhak menerima hadiah selir tercantik dari Sultan Pajang.

Selain hadiah itu, Ki Tepus Rumput juga diberi gelar Adipati dan diangkat menjadi pimpinan di wilayah Pengalasan Kulon di lereng gunung Slamet yang saat itu termasuk wilayah kekuasaan Pajang. Ia lalu bergelar Raden Adipati Ore Ore dan berkedudukan di desa Onje. Kini, Onje adalah sebuah kelurahan di kecamatan Mrebet.

Mengingat selir tercantik saat itu sedang mengandung empat bulan anak Sultan Hadiwijaya, maka pemberian hadiah disertai janji. Perjanjian tersebut yakni agar Raden Adipati Ore Ore (Ki Tepus Rumput) jangan dulu menggaulinya sampai anak yang dikandungnya lahir. Setelah Ki Tepus bersedia memenuhi perjanjian tersebut, maka selir tercantik itu kemudian di bawa ke Pengalasan Kulon, tempat Ki Tepus Rumput berdiam. Perjalanan Ki Tepus Rumput dan Selir menuju Pengalasan Kulon mendapat pengawalan dari para prajurit Pajang di bawah pimpinan Puspajaya. 

Selain senjata para perajurit itu juga membawa alal-alat pertanian serta bibit tanaman untuk membuka lahan pertanian baru di Pengalasan Kulon. Dalam perjalanan menuju Pengalasan Kulon, di tengah hutan mereka mendapat gangguan dari seorang bekas pengikut  Haryo Penangsang, yang menamakan dirinya Jala Sutra atau Putra Jala. Jala Sutra membujuk Puspajaya agar mau menyerahkan puteri (selir) yang dibawanya.  Namun Puspajaya patuh pada perintah Sultan Hadiwijaya dan menolak bujukan Jala Sutra. 

Karena gagal dengan bujukannya, kemudian Jala Sutra berusaha merampasnya dengan kekerasan. Namun berkat kepatuhan, keberanian dari ketangkasan Puspajaya, akhirnya penghadang itu berhasil disingkirkan. Setelah berhasil mengatasi rintangan, sampailah perjalanan mereka di Pengalasan Kulon dengan selamat. Mereka lalu membuka pemukiman baru untuk tempat tinggal, serta menanam bibit buah-buahan yang dibawanya dari Pajang. Akhimya Pengalasan Kulon berubah  menjadi pemukiman baru, menjadi desa baru dengan nama desa Surti.

Konon nama Surti berasal dari perkataan Surputeri yang artinya “lungsuranputeri”, Wallahu A’lam. Mula-mula desa Surti itu berpenduduk sedikit, hanya terdiri dari beberapa orang saja. Belakangan banyak penduduk desa lain yang berdatangan ke sana. Mereka hidup bertani dan selanjutnya menetap di desa yang baru dibuka itu. Dengan demikian keadaan desa Surti itu bertambah ramai serta maju dalam bidang pembangunan di segala bidang kehidupan, berkat kegiatan rakyatnya dengan bantuan perajurit prajurit Pajang.

Raden Hanyokro Kusumo Adipati Onje

Beberapa bulan kemudian setelah bermukim di desa Surti Nyai Ore Ore (bekas selir Sultan Hadiwijaya, yang telah menjadi isteri Adipati Ore Ore), melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi mungil itu lalu dibawa ke Pajang untuk diperlihatkan kepada Sultan Hadiwijaya. Oleh Sultan Hadiwijaya diberi nama Raden Hanyokro Kusumo atau nama panggilan Jimbun Lingga. 

Karena belum cukup usia, maka jabatan Adipati sementara masih dipegang oleh Raden Adipati Ore Ore. Sedangkan rumah Kadipaten didirikan di sebelah barat sungai Klawing yang kemudian diberi nama Onje, (Onje sekarang adalah sebuah kelurahan yang termasuk Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga).

Beberapa tahun setelah Raden Hanyokro Kusumo cukup dewasa dan dipandang mampu memegang tampu kepimpinan Kadipaten, Raden Hanyokro Kusumo menerima pelimpahan jabatan Adipati dari Raden Adipati Ore Ore. Ia kemudian bergelar Raden Adipati Hanyakrapati, sebagai seorang pimpinan Kadipaten yang berkedudukan di desa Onje.

Raden Adipati Hanyakrapati menikah dengan puteri Keling dari JawaBarat. Ia juga menikah dengan puteri Adipati Cipaku bemama Rara Pakuwati. Kedua orang isteri itu tinggal bersama serumah di rumah Kadipaten Onje. Kehidupan sehari-hari kedua isteri kelihatan rukun. Namun sebenarnya dalam batin mereka masing-masing tersimpan rasa cemburu dan rasa perselisihan.

Dari pemikahannya dengan puteri Keling,  Raden Hanyakrapati tidak memiliki seorang putrapun. Sedangkan dengan Rara Pakuwati yang dikenal dengan nama Puteri Medang, Adipati Onje menurunkan dua orang putera dan seorang puteri, yakni: Raden Mangunjaya alias Mangunnegara, Raden Citrakusuma, Rara Banowati.

Oleh masyarakat setempat nama-nama tersebut, Mengunnegara, Citra Kusuma dan Banowati telah diabadikan menjadi nama-nama desa yang sekarang termasuk Kecamatan Mrebet. Rara Banowati menikah dengan seorang Arab bemama Sayid Abdullah, yang diserahi jabatan Penghulu merangkap Imam Mesjid desa Onje.

Sumber Referensi:
1. id.wikipedia.org
2. purbalingga.go.id
3. purbalingganews.net
4. seputarpurbalingga.blogspot.com
5. mencarisejarah.blogspot.com

Foto: arifsae.com

Bersambung ...

Kabupaten Purbalingga

Kabupaten Purbalingga

Foto: Alun-alun Purbalingga (Dok. Pribadi)

Purbalingga adalah sebuah kabupaten di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Purbalingga berbatasan dengan kabupaten Pemalang di sebelah utara, kabupaten Banjarnegara di sebelah timur dan selatan, serta kabupaten Banyumas di sebelah barat dan selatan. Kabupaten Purbalingga adalah salah satu kabupaten di wilayah eks karesidenan Banyumas selain kabupaten Banjarnegara, kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas.

Secara geografis, wilayah kabupaten Purbalingga berada di antara 101° 11" BT – 109° 35" BT. Dataran Purbalingga berada di kisaran 40 – 1500 di atas permukaan laut. Wilayah kabupaten ini berada di cekungan rangkaian pegunungan Slamet dan dataran tinggi Dieng di sebelah utara. Sementara di bagian selatan merupakan depresi Serayu yang dialiri dua sungai besar yakni kali Serayu dan anak sungainya kali Pekacangan. Beberapa anak sungai lainnya antara lain kali Klawing dan kali Gintung.

Saat ini kabupaten Purbalingga terdiri dari 18 kecamatan, yang terdiri atas 224 desa dan 15 keluaran. Ke-18 kecamatan itu adalah Purbalingga, Kalimanah, Kaligondang, Karangreja, Karanganyar, Kutasari, Mrebet, Bobotsari, Rembang, karangmoncol, Kejobong, Bukateja, Kemangkon, Padamara, Pengadegan, Bojongsari, Karangjambu dan Kertanegara.   

Kabupaten ini beribu kota Purbalingga. Seperti di kabupaten lain pada umumnya, hampir selalu ada yang namanya alun-alun. Biasanya alun-alun ini letaknya di depan kantor Bupati. Dan pada umumnya pula, di setiap alun-alun biasanya ada pohon beringin. Sayang, pohon beringin raksasa kembar di alun-alun kota Purbalingga ini roboh diterjang angin puting beliung pada 25 Oktober 2016.  

Foto: Pendopo Kabupaten Purbalingga (Dok. Pribadi)

Purbalingga kini punya beberapa tempat wisata mulai dari Gua Lawa, Objek Wisata Air Bojongsari (Owabong) dan wisata agro kebun strawbery dengan panorama Gunung Lompong di Pratin Serang Karangreja.  Kemudian desa wisata Karangbanjar, Purbasari Pancuran Mas, Situ Tirta Marta (Sitama) di Karangcegak Kutasari, Monumen Jendral Soedirman di Bantarbarang, Rembang, Sanggaluri Park di Kutasari, Museum dan Perpustakaan Umum Poerbakawatja, Bumi Perkemahan dan wahana Outbond Munjul Luhur Karangbanjar Kalimanah, kolam pemandian Walik Tirto Asri, Curug Nini, Curug Silintang dan silawang, curug Ciputut dan curug Sumba.

Satu lagi yang tentu sudah sangat familier bagi warga Kembangan adalah Congot. Suatu tempat wisata eksotik yang merupakan pertemuan dua buah sungai besar, kali Serayu dan kali Klawing. Objek wisata Congot ini terletak di desa Kedungbenda kecamatan Kemangkon, sekitar 15 km arah selatan darn kota Purbalingga. Kalau dari desa Kembangan kira-kira, mungkin 8-10 km ke arah barat. (mohon dikoreksi karena penulis belum pernah ke Congot).

Bersambung ....

Sumber Referensi:
1. id.wikipedia.org
2. purbalingga.go.id
3. purbalingganews.net
4. seputarpurbalingga.blogspot.com
5. mencarisejarah.blogspot.com

Foto: Dokumen Pribadi


Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...