Hari Raya Idul Fitri tinggal beberapa hari lagi.
Saat-saat seperti ini biasanya para perantau sedang bersiap-siap untuk
melakukan mudik. Sebagai sebuah fenomena tahunan, mudik memang sudah menjadi
budaya bagi masyarakat Indonesia. Hari Raya Idul Fitri adalah momen bagi para
perantau untuk mudik. Berkumpul dengan keluarga di kampung halaman adalah
puncak kebahagiaan bagi para perantau. Tak heran jika setiap tahun menjelang
Hari Raya Idul Fitri jutaan perantau berbondong-bondong mudik ke kampung
halaman.
Namun tahun ini kondisi dan situasinya berbeda. Wabah
pandemi virus korona atau coronavirus memaksa semua orang harus bersabar untuk tidak
mudik tahun ini. Pemerintah secara resmi telah melarang mudik tahun ini.
Larangan mudik dituangkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25
Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Mudik Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka
Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Larangan mudik
tersebut berlaku mulai tanggal 24 April hingga 31 Mei 2020.
Mungkin ini
keputusan pemerintah yang tidak populer bagi sebagian masyarakat.
Terutama bagi masyarakat yang sudah punya rencana untuk melakukan mudik.
Terlebih bagi para perantau yang memang
selalu mudik saat Idul Fitri tiba. Namun pemerintah harus mengambil keputusan
ini untuk mencegah penyebaran coronavirus agar tidak semakin meluas.
Menurut situs alodokter, virus corona atau yang dalam bahasa kedokteran disebut sebagai severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem
pernapasan. Penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada
sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.
Sementara menurut WHO dalam situsnya menjelaskan bahwa
coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada
hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi
saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru ini pertama kali ditemukan di kota
Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Dirangkum dari Telegraph,
penyebaran coronavirus ke seluruh dunia diyakini berasal dari “pasar basah” di
Wuhan, China yang menjual hewan hidup dan mati, termasuk ikan dan burung. Namun
tidak ada kelelawar di pasar itu, di mana hewan itu ditengarai sebagai inang
dari coronavirus. Para peneliti kemudian menduga bahwa coronavirus yang berasal
dari kelelawar menular ke hewan lain, mungkin trenggiling dan kemudian baru
menular ke manusia.
Setelah China, beberapa negara kemudian mengkonfirmasi
kalau coronavirus telah menginfeksi warganya. Bulan Januari 2020 tercatat ada
sembilan negara yang mengonfirmasi kasus positif. Kesembilan negara itu adalah
Amerika Serikat, Taiwan, Singapura, Nepal, Thailand, kanada, Australia, Kamboja
dan Srilanka. Globalisasi membuat penyebaran coronavirus ini begitu cepat dan
masif. Hingga bulan Mei 2020, virus korona sudah menyerang hampir semua negara
di dunia. Tercatat lebih dari 210 negara telah mengonfirmasi kasus positif
covid-19, termasuk Indonesia yang
mengonfirmasi kasus pertamanya pada 2 Maret 2020.
Virus korona menyebar
antara manusia ke manusia melalui tetesan cairan dari mulut dan hidung atau droplet dari orang yang terinfeksi. Percikan-percikan dari hidung dan mulut
orang yang terinfeksi tersebut bisa
jatuh dan tertinggal pada benda-benda yang ada di dekatnya. Jika benda-benda
tersebut disentuh oleh orang lain, maka kemungkinan orang yang menyentuh benda
tersebut akan terinfeksi. Penularan covid-19 juga bisa terjadi jika menghirup
percikan yang keluar dari batuk atau napas orang yang terjangkit covid-19. Itu
sebabnya penting untuk menjaga jarak minimal satu setengah meter.
Menurut hasil sebuah penelitian studi terbaru menyatakan
bahwa protein yang terkandung dalam virus
corona SARS-CoV-2 memiliki bagian khusus (ridge)
yang lebih padat. Hal itu membuat virus corona SARS-CoV-2 lebih mudah
menempel pada sel manusia dibanding virus corona jenis lainnya. Saat virus
mudah menempel ke sel manusia, ini memungkinkan virus corona SARS-CoV-2
memiliki kemampuan menginfeksi dengan lebih baik dan mampu menyebar lebih
cepat.
Maka bisa dibayangkan jika jutaan pemudik dari
Jabodetabek yang notabene sebagai zona merah Covid-19 berbondong-bondong ke
daerah. Mungkin saja para pemudik itu dalam keadaan sehat saat melakukan
perjalanan mudik. Namun bukan tak mungkin di perjalanan mereka akan terinfeksi.
Bisa saja mereka akan terinfeksi di kendaraan umum, di kereta, di terminal, di
stasiun atau di rest area. Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa orang
yang terinfeksi covid-19 tidak selalu menimbulkan gejala. Tidak demam dan tidak
merasa sakit namun sebenarnya orang itu membawa virus covid-19. Orang-orang
seperti inilah yang disebut sebagai carrier atau pembawa virus yang bisa
menularkan ke orang lain.
Sebuah penelitian yang dilakukan Imperial College London dan Lancaster University menyimpulkan bahwa
setiap orang yang terinfeksi coronavirus bisa
menularkan penyakitnya terhadap rata-rata antara dua sampai tiga orang. Maka bisa dibayangkan jika ada 10 juta pemudik dan 500 orang yang
membawa virus, maka berapa orang yang akan tertulari? Potensi penularan mungkin
saja akan terjadi di perjalanan, di kendaraan umum, di kereta api, di terminal,
di stasiun di rest area dan di toilet-toilet umum.
Kemudian para pemudik yang membawa covid-19 atau yang
sudah tertulari bertemu dengan keluarga di kampung, maka mereka berpotensi akan
menularkannya ke keluarga mereka. Orangtua, anak, istri, saudara, kerabat dan
handai tolan akan mendapat “oleh-oleh” virus covid-19. Ini bukan “oleh-oleh”
yang menyenangkan, namun sebaliknya menyengsarakan bahkan mematikan.
Jika hal itu sampai terjadi, maka sulit membayangkan
bagaimana jadinya. Kalau banyak warga yang terinfeksi virus korona, sementara
jumlah rumah sakit di daerah itu terbatas. Begitu juga dengan jumlah tenaga
medis dan paramedis. Bukan tak mungkin rumah sakit di daerah akan kewalahan
menampung dan menangani pasien yang membludak.
Itulah yang dengan sekuat tenaga dicegah oleh pemerintah dengan
mengeluarkan larangan mudik. Pelarangan mudik itu bertujuan untuk keselamatan para
perantau dan keluarganya serta masyarakat pada umumnya. Namun larangan itu menjadi sia-sia jika para
perantau tidak peduli dan tidak mau mematuhinya.
Mengingat
betapa bahayanya coronavirus dan dampak yang ditimbulkannya, maka pilihan
paling bijak bagi para perantau adalah mematuhi pemerintah untuk tidak mudik. Dengan
tidak mudik, mereka telah menjaga keselamatan diri sendiri, keluarga yang
mereka cintai dan juga orang lain. Lebih dari itu, mereka telah berjuang untuk
menyelamatkan bangsa dan negeri ini dari wabah pandemi covid-19 yang sangat
berbahaya dan mengerikan.
Sudah dimuat di Kompasiana, 18 Mei 2020
Referensi: Berbagai sumber
Foto: Koran Tempo
Foto: Koran Tempo