الخميس، مايو 07، 2020

Selamat Jalan Saudaraku, Surbani



Bulan Mei 1990, saya saat itu adalah seorang pemuda luntang-lantung. Setelah lulus SMA tahun 1986, saya sempat mencicipi Program PTUP Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto. Merasa belum siap dengan program perkuliahan di program itu, saya mundur. Menunggu Sipenmaru tahun berikutnya, 1987. Saya mendaftar di Fakultas Biologi di universitas yang sama. Alhamdulillah diterima. Namun saya hanya bertahan tiga semester menyandang status sebagai mahasiswa. Saya nggak tega lihat orang tua memaksakan diri untuk membiayai kuliah saya. Sementara adik-adik saya banyak dan mereka lebih membutuhkan biaya. Maka sejak saat itu, status saya berubah, dari seorang mahasiswa menjadi seorang pemuda luntang-lantung alias pengangguran.

Setelah kurang lebih dua tahun menjadi pengangguran, sekitar bulan Mei 1990, saudara sepupu yang pulang dari Jakarta datang ke rumah. Dia adalah Surbani atau biasa dipanggil Reban. Dia anak dari wa saya, anak kakak dari ibu saya. Saat itu dia sudah lama merantau di Jakarta, mungkin sudah lima tahun lebih. Orangnya baik, ramah dan suka menolong orang lain, terlebih saudara-saudaranya.

“Bad, mau nggak ke Jakarta?” kata dia pagi itu
“Mau. Kapan berangkatnya?” jawab saya sambil bertanya balik
“Nanti sore!,” jawab dia tegas
“Hah, nanti sore,” kata saya lumayan kaget.
“Iya, nanti sore berangkat,” kata dia meyakinkan
“Baiklah, saya bicara dulu sama Bapane dan Yayune (Bapak dan Ibu,” kata saya

Sayapun menyampaikan niat saya ke Jakarta sekaligus berpamitan kepada kedua orangtua. Kemudian saya mengemas pakaian dan keperluan lain untuk dibawa.

Tibalah sore yang dinanti. Dari rumah berjalan menuju jalan raya desa Kembangan, Purbalingga Jawa Tengah. Di dekat jembatan sungai serayu, di situ kami menunggu bis yang berangkat menuju Jakarta. Saya nggak tahu kenapa Saudara saya, Surbani nunggu bis di situ. Kenapa tidak ke loket penjualan tiket? Atau waktu itu belum ada, entahlah.

Satu bis datang, di-stop, tidak berhenti. Bis kedua datang di-stop, jalan terus. Mungkin bis itu sudah penuh, batinku. Sampailah bis yang ketiga di-stop dan berhenti, masuklah kami berdua ke bis itu.
Pagi buta kami berdua tiba di ibu kota. Deru mesin Metromini dan aroma knalpot Kopaja menyambut kedatangan kami. Dari terminal Pulau Gadung, kami melanjutkan perjalanan menuju terminal Blok M. Dari terminal Blok M, kami naik Kopaja 616 menuju Cipedak, Ciganjur. Tempat yang dituju adalah Foto Copy IKA, depan kampus ISTN Srengseng Sawah Jakarta Selatan.

Di tempat inilah saya mulai belajar atau “kuliah” kehidupan. Inilah pembelajaran yang sesungguhnya. Dengan telaten, Surbani mengajari saya bagaimana mem-foto copy dokumen. Saya juga diajari laminating, menjilid, dan sebagainya. Bukan hanya soal teknik, Surbani juga mengajarkan ke saya bagaimana melayani customer (pelanggan). Juga bagaimana menghadapi komplain mereka. Di sini saya pernah merasa ketakutan dibentak mahasiswa orang Batak.

“Di sini mahasiswanya dari berbagai daerah, termasuk banyak orang Batak. Orang Batak itu memang logatnya begitu. Sebenarnya dia tidak marah, tidak membentak, tapi memang gaya bicaranya seperti itu,” kata Surbani menenangkan saya.

Suatu kali, di hari libur, Surbani mengajak saya jalan-jalan, ke Blok M kalau tidak salah. Meski tidak dia ungkapkan, saya merasa saat itu dia sedang mengajari saya bagaimana menyeberang jalan di ibukota. Seperti diketahu, cara menyeberang jalan raya di desa dan di kota memang sedikit ada perbedaan dan orang yang baru datang dari desa memang harus belajar menyesuaikan itu. Surbani juga mengajari saya bagaimana naik eskalator di mall. Maklumlah, orang baru datang dari kampung. Tapi poin-nya bukan itu. Saking baiknya, Surbani sampai mengajari hal-hal kecil sedetail itu.

Saya memang tidak lama bekerja bersama Surbani di Foto Coopy IKA di Srengseng Sawah. Hanya dua minggu dan belum sempat gajian. Seorang pelanggan menawari saya untuk bekerja sebagai pesuruh di sebuah sekolah swasta di Depok. Saya tertarik. Setelah saya ngomong dengan Surbani, dia mengijinkan. Maka sejak pertengahan Juni 1990, saya memulai petualangan baru sebagai pesuruh di sebuah sekolah swasta di Depok.

Setelah itu kami berpisah. Terkadang kami saling berkunjung. Terkadang saya datang ke Cipedak. Di saat lain Surbani datang ke markas saya di Depok. Waktu terus berlalu. Surbani berkali-kali pindah tempat kerja. Saya pun beberapa kali pindah tempat kerja. Memang masih saling berkunjung, namun sudah semakin jarang seiring kesibukan masing-masing.

Sekitar tiga tahun lalu, adik saya kasih kabar kalau Surbani sakit. Saat itu saya sempatkan menengok ke rumahnya di wilayah kampung Stangkle Depok. Meski badanya terlihat agak kurus, namun saat itu dia dalam kondisi yang agak sehat. Hal itu terbukti dengan menjemput saya di depan gang ketika saya kesasar.Saat itu Surbani menceritakan kalau dirinya kena penyakit gula. Beragam ikhtiar sudah dia lakukan, mulai dari medis hingga obat herbal.

Saya baru bertemu lagi, mungkin sekitar setahun setengah kemudian. Kondisi kesehatannya sudah agak menurun. Saat saya berkunjung ke rumahnya, dia berencana mau berobat di kampung. Dia akan dibawa ke kampung oleh kakaknya, Ruswan. Namun saat saya di rumahnya, kang Ruswan masih ada di rumah adiknya yang lain, Japar. Jadi saya tidak sempat ketemu mereka karena saya harus pulang ke Ciputat.

Setelah dirawat di kampung, kabar yang saya terima Surbani sudah sembuh dan sehat kembali. Saya memang selalu menanyakan kabar Surbani melalui adik-adik saya. Setelah itu bahkan kabarnya sudah sehat dan bekerja lagi. Saya pun berucap syukur Alhamdulillah.

Namun Allah, Tuhan Maha Kuasa berkehandak lain. Kemarin  siang (Sabtu, 2 Mei 2020), saya mendapat kabar Surbani berpulang ke Ramhatullah. Innalillahi wa innailaihi rojiuun.

Sedih mendengarnya. Pikiran berputar kembali ke masa lalu. Bagaimana dia baiknya kepada orang lain, terutama kepada saudara-saudaranya. Bukan hanya saya, adik-adik saya juga bekerja di Jakarta lantaran dia yang membawa. Juga saudara-saudara yang lain. Bahkan beberapa orang lain dari kampung. Dia memang orang baik. Saya yakin, Allah Swt akan melipatgandakan amal dan kebaikannya.

Selamat Jalan Saudaraku, Surbani Bin Martasim

Semoga Allah Swt mengampuni segala dosa-dosanya, menerima semua alam ibadahnya dan semoga Khusnul Khotimah, Aamiin. 

Allahumma firlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fuanhu, Al Fatihah



ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...