الاثنين، نوفمبر 28، 2016

Belajar Ksatria dari Jokowi dan Prabowo

Saat saya mengapdet status facebook usai kemenangan Timnas Indonesia 2-1 atas Singapura, seorang teman berkomentar: “Ku seringnya tdk nonton, ato kalo nonton timnas ku seling kegiatan lan, habis nontonna gemetar sampi badan dingin, apalagi kalo timnas terdesak, badanku smakin gemetar dingin, kasihan gtu, kalo prtandingan hamper selesai lihat full, pingin lihat skor.

Komentar tersebut saya jawab: “Kalo saya saat Timnas main, diam saja dan teang sambil pantengin tu tv. Kalau menang begitu senang dan rilek. Tapi kalo kalah ya manyun dan jadi males ngapa-ngapain.”

Komentar teman dan tanggapan saya menyiratkan satu hal yang sama: belum siap menerima kekalahan. Belum terima kalau Timnas yang dibanggakan kalah. Tidak ada alasan dan argument lain, kecuali Timnas harus menang.


Contoh di atas menggambarkan ketidaksiapan kalah dalam skala yang masih wajar. Banyak orang menyikapi kekalahan dengan sikap yang berlebihan. Mulai dari menyalahkan wasit yang berat sebelah, kondisi lapangan yang tidak ideal dan sebagainya. Lebih dari itu, tidak sedikit supporter yang melampiaskan kekecewaan dengan melakukan tawuran dan pengerusakan.

Padahal dalam setiap pertandingan selalu ada yang menang dan ada yang kalah. Dalam sepak bola dan juga pertandingan olah raga lainnya sebenarnya mengajarkan kita untuk berjiwa kesatria. Jika menang tidak menyombongkan diri dan merendahkan yang kalah. Sebaliknya jika kalah harus menerima dan mengakui kekalahan. Kemudian menghargai dan menghormati serta member selamat kepada yang menang. Itulah jiwa kesatria, siap menang dan siap juga kalah.

Belum siap menerima kekalahan juga terjadi dalam dunia politik. Sejak reformasi dimana Pemilihan Umum, termasuk Pilpres dan Pilkada dilakukan secara langsung. Pada umumnya kita menginginkan jagoan kita harus menang. Tidak peduli bagaimana pun caranya. Tidak mau tahu apa pun alasannya. Pokoke kudu menang.

Jika jagoan yang didukung kalah, ya menyalahkan pihak lain. Kemudian terus-terusan menghujat yang menang. Contoh nyata adalah Pilpres 2014 di mana ada dua calon yakni Prabowo Subiyanto dan Joko Widodo. Para pendukung Prabowo Subiyanto tidak mau menerima kekalahan. Mereka terus menerus menghujat Joko Widodo yang berhasil memenangkan Pilpres.

Padahal Prabowo Subiyanto sendiri sudah memberikan contoh yang baik. Prabowo menganggap kontestasi sudah selesai pasca putusan Mahkamah Konstitusi. Sikap Legowo dan Kesatria Prabowo ditunjukan mulai saat dia menerima kunjungan Joko Widodo di kediamannya di Jalan Kertanegara No. 4 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, tanggal 17 Oktober 2014. Sikap kenegarawanan Prabowo kembali ditunjukkan saat menghadiri pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI ke-7  di Gedung MPR, tanggal 20 Oktober 2016.

Kemudian berturut-turut kedua tokoh sentral negeri ini saling kunjung mengunjungi. Tanggal 29 Januari 2015, Ketua Umum Partai Gerindra itu menemui Joko Widodo di Istana Bogor. Dalam pertemuan itu, Prabowo menyampaikan dukungan penuh terhadap pemerintahan Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo membalas kunjungan Prabowo dengan bertandang ke kediamannya di Hambalang, 31 Otober 2016. Di Hambalang, Prabowo mengajak Jokowi naik kuda bersama. Dalam kesempatan tersebut, Joko Widodo menyampaikan bahwa kontestasi boleh terjadi saat Pilpres. Namun setelah selesai, siapa pun pemenangnya kita harus bekerjasama membangun bangsa.

Prabowo kembali mengunjungi Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, 17 November 2016. Di Istana Negara, dua tokoh sentral Republik ini berbincang dengan santai. Di Teras Istana, Jokowi mengatakan kepada wartawan: “Kita tidak menginginkan kita terpecah-belah gara-gara perbedaan politik, karena sangat mahal harnganya bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan Prabowo Subiyanto mengatakan bahwa walaupun mereka bersaing secara politik dan terus mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak tepat, namun sejak awal berkomitmen untuk mendukung pemerintahan dan tidak akan bersikap destruktif apalagi sampai menjegal.  

Sikap kenegarawanan Prabowo Subiyanto semakin jelas saat wawancara dengan Rosiana Silalahi yang disiarkan secara live oleh Kompas TV, Senin (28/11/2016) malam. Begitu banyak pelajaran politik yang disampaikan oleh Pak Prabowo dalam wawancara itu. Jika ingin tahu secara lengkap bisa melihatnya di youtube. Karena akan terlalu banyak jika saya tuliskan di sini.

Namun saya ingin menuliskan salah satu intisari yang saya dapat dari wawancara tersebut. Menurut Pak Prabowo Subiyanto di mana pun posisi kita berada, yang terpenting adalah bagaimana kita mengabdi bagi bangsa dan negara. Bukan bagaimana kita berkuasa. Betapa itu sikap yang sangat Bijaksana. Sikap seperti itu tidak mungkin timbul kecuali dari seseorang yang punya jiwa kenegarawanan.

Kita sebagai bangsa Indonesia patut bangga dan bersyukur memiliki dua sosok anak bangsa yang berjiwa Kesatria. Berani bertarung (saat Pilpres), siap menang dan siap kalah dan bersatu lagi seusai pertandingan demi membangung bangsa dan negara, Indonesia. Keduanya telah memberikan contoh yang baik bagi kita semua. 

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...