Saya sudah lama terinspirasi menulis tentang wong gunung, orang gunung. Inspirasi itu saya peroleh saat saya pulang kampong lebaran beberapa waktu silam. Suatu saat pulang kampung ke Purbalingga memilih jalan melalui Pemalang. Perjalanan antara Pemalang – Purbalingga, terutama mulai dari Randudongkal sampai Bobotsari adalah daerah pegunungan.
Sore hari saya melintasi daerah itu. Saya menyaksikan orang-orang di sana menikmati sore hari di pinggir-pinggir jalan. Bercengkerama satu dengan yang lainnya. Sementara di tangan-tangan mereka, tergenggam HP-HP yang mungkin saja merek-merek canggih dan keluaran terbaru.
Sore hari saya melintasi daerah itu. Saya menyaksikan orang-orang di sana menikmati sore hari di pinggir-pinggir jalan. Bercengkerama satu dengan yang lainnya. Sementara di tangan-tangan mereka, tergenggam HP-HP yang mungkin saja merek-merek canggih dan keluaran terbaru.
Saya baru kesampaian menulis tentang Wong Gunung hari Sabtu (10/3-2012) setelah bebera saat menyaksikan tayangan di Trans TV tentang seorang siswi SMP di kawasan pegunungan Tengger, Jawa Timur. Saya lupa apa judul acaranya dan cerita persisnya. Saya hanya menangkap cerita betapa berat perjuangan seorang siswa untuk menuntut ilmu di bangku sekolah. Dia dan teman-temannya harus menempuh jarak yang cukup jauh, berliku, naik turun melalui leneng dengan berjalan kaki. Siswi tersebut bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Cita-cita yang sangat mulia.
Jaman dulu ketika saya masih tinggal di kampung, wong gunung atau orang gunung itu identik dengan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Orang gunung juga identik dengan orang kampung. Walau begitu tidak semua orang kampung itu orang gunung. Misalnya saya, meski lahir di kampung, namun kampung saya bukan di daerah gunung atau pegunungan. Gunung atau pegunungan memiliki ketinggian tertentu dan ditandai dengan jalan mendaki untuk mencapainya. Kampung saya adalah dataran rendah yang menghampar rata, tak ada tanjakan atau turunan.
Meski demikian kampung saya relatif tak terlalu jauh dari kampung-kampung yang berada di pegunungan. Oleh karena itu dalam keseharian tak jarang saya bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang gunung. Hal itu terjadi seperti di pasar, di sekolah atau di instansi pemerintah. Dari bergaul dan berinteraksi itu, saya jadi tahu bahwa orang gunung itu memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan itu adalah kekuatan fisik dan mental mereka yang lebih disbanding orang yang tinggal di dataran rendah.
Entah karena terbiasa naik turun dan melalui jalan medan yang relatif sulit, rata-rata mereka meliki fisik yang lebih kuat. Begitu pun dengan mental. Terbiasa menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan sehari-hari membuat mental mereka tak pantang menyerah.
Jadi jangan anggap remeh dan menyepelekan orang gunung. Jangan samakan orang gunung jaman dulu dengan sekarang. Dan yang paling penting adalah bahwa orang gunung itu bahkan memiliki beberapa kelebihan. Mereka memiliki kekuatan fisik dan mental yang jauh lebih kuat. Mereka tahan banting dan pantang menyerah. Seperti yang tergambar pada seorang siswi SMP Negeri di kawasan Tenger Jawa Timur yang bercita-cita menjadi seorang guru.
Wong Gunung, memang Luar Biasa!
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق