الثلاثاء، أبريل 25، 2017

Perjalanan Ibadah Umrah Bagian 2

Setelah semua jamaah sudah masuk ke bus masing-masing sesuai dengan data yang ada di ID Card, pemandu mempersilakan driver alias sopir untuk menjalankan busnya.

“Assalamu’alaikum, bla-bla-bla……..” kata driver menyapa para jamaah dengan bahasa Arab. Mungkin intinya si Driver menyampaikan salam dan selamat kepada para jamaah yang akan melakukan ibadah umroh dan semoga lancar serta ibadah umrohnya makbullah.  

Para jamaah hanya bisa menjawab hanya dengan satu kata secara serempak, :Aamiin ......"

Driver berpostur tinggi besar yang mungkin orang Arab itu begitu ramah menyapa para jamaah umroh. Sayangnya dia tidak bisa bahasa Indonesia. Sayangnya pula, tak satu pun jamaah yang ada di bus 2 mengerti bahasa Arab, tak terkecuali saya.

Di sinilah saya berpikir seharusnya para jamaah termasuk saya berusaha sedikit belajar bahasa Arab.  Ya, paling tidak sekadar percakapan sehari-hari yang umum. Hal ini akan sangat berguna walau pun bukan hal yang wajib.


Jum'at (14/4-17) dini hari, bus berwarma merah marun itu meluncur di jalan raya Jeddah menuju Madinah. Cuaca di Jeddah saat itu tidak terlalu berbeda dengan di Jakarta. Mungkin karena bulan April sehingga cuaca di Jeddah hampir sama dengan di Indonesia. Sebelum turun dari pesawat, kru pesawat sempat mengumumkan bahwa cuaca Jeddah berkisar 32 derajat Celcius.

Dalam perjalanan, bus berhenti untuk menaikan seseorang. Seseorang itu kemudian memperkanalkan diri yang ternyata dia adalah Mutowif untuk jamaah di bus 2. Namanya Ustadz Hafiludin. "Perkenalkan saya Hafiludin, MA. Madura Asli” katanya sedikit bercanda. Selain memang untuk membimbing jamaah dalam ibadah umroh, Mutowif juga menjadi jembatan komunikasi antara jamaah dengan sang driver.

Tak lama kemudian, bus-bus pembawa rombongan jamaah umroh berhenti di sebuah rest area yang saya tidak sempat tanya namanya. Saya hanya tahu cirri-cirinya. Ada pepohonan di sekitarya. Juga banyak bermacam burung di sana. Saat para jamaah tiba, burung-burung itu berkicau bersahut-sahutan. Mungkin istirahat mereka terusik dengan kehadiran jamaah umroh dari Indonesia.

Di situ rombongan jamaah melaksanakan solat subuh beramaah di masjid yang ada di rest area itu. Ada juga toilet di sana. Usai solat subuh, panitia membagikan nasi boks untuk sarapan atau makan pagi. Meski sebenarnya belum kepengin makan, para jamaah menikmati sarapan sambil menikmati kicauan burung-burung. Diantara para jamaah pun saling bertanaya, “ Burung apa ya itu?” jamaah lain menjawab, “Macam-macam, ada jalan, ada semacam burung emprit juga”. 

Para jamaah diminta untuk membuang sampah pada tempatnya yang telah disediakan. Usai sarapan, jamaah memasuki bus masing-masing. Selain dua bus rombongan travel DTT, ada juga beberapa bus dari rombongan travel lain yang juga berenti di rest area itu.

Sebelum bus berangkat, seorang pemandu mengumumkan, “ Apakah para jamaah ada yang sandalnya tertukar?” Semua jamaah mengecek sandal masing-masing termasuk saya. Di bus 2 rupanya tidak ada jamaah yang sandalnya tertukar. Pemandu pun turun untuk member pengumuman di bus lain. Saya tidak tahu, entah sandal siapa yang tertukar dan entah ketemu atau tidak. 

Setelah semua beres, bus kembali melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Sambil menahan lelah dan kantuk, saya dan para jamaah tetap menikmati pemandangan sekitar. Sepanjang perjalanan, kanan kiri jalanan adalah bukit-bukit gersang. Kering, berpasir dan kadang berbatu-batu. Tak ada pohon, tak ada juga rumah-rumah penduduk di sana.  

Sekitar jam sepuluh, rombongan sampai di Masjid Dzul Hulaifah atau Masjid Pohon, atau serig disebut juga sebagai Abyar Ali atau Bir Ali. Pemandu mengumumkan bagi para jamaah yang ingin mandi dang anti baju silakan di lokasi ini. Untuk persiapan slat Jum’at di Masjid Nabawi nanti. Jaaah tidak mungkin bisa mandi di hotel karena baru bisa masuk kamar  jam dua siang. 

Bagi yang kurang persiapan dan antisipasi seperti saya kondsi ini menjadi terasa ribet. Misalnya kalau mau mandi dan ganti baju, handuk, sabun dan baju ditaruh di koper. Ribet harus membuka-buka koper yang ada d bagasi bus.Walau akhirnya pemandu dan sopir mempersilakan jamaah yang ingin membuka kopernya. 

Jika tahu akan seperti ini, maka seharusnya peralatan mandi seperti handuk, sabun mandi, sikat gigi, odol dan baju ganti ditaruh di tas tenteng. Sehingga keribetan seperti itu tidak akan terjadi. Keribetan berikutnya adalah terjadi saat mandi karena harus mengantri. Kamar mandinya juga sempit dan tak ada gantungan bajunya pula. Tak ada cara lain kecuali harus sabar dan berhati-hati agar baju atau handuk tidak sampai jatuh.    

Bagi jamaah yang sudah mandi dan masih ada waktu dipersilakan untuk solat duha di Masjid Bir Ali. Saya sendiri waktu itu tidak sempat solat duha di sana karena selesai dari kamar mandi, rombongan sudah sia-siap berangkat melanjutkan perjalanan menuju Hotel di Madinah.

Saya lupa persisnya jam berapa sampai di Madinah. Namun mungkin sekitar jam setengah sebelasan. Karena yang saya ingat setelah sampai di Hotel Mirage Taiba, semua koper di taruh di loby hotel itu. Tak lama kemudian para jamaah menuju Masjid Nabawi. Jamaah laki-laki melaksanakan Solat Jum’at dan jamaah perempuan melaksanakan solat dzuhur.

Sayang solat Jum’at saya di Masjid Nabawi terasa kurang khusyu’. Rasa lelah karena baru sampai, perut yang terasa kembung dan sebagainya. Namun saya pikir yang penting adalah niat yang ada dalam hati. Jika sesuatu dlakukan lillahi ta’ala, insya Allah baik dan akan diterima.  

Usai solat Jum’at jamaah kembali ke Hotel untuk makan siang di ruang M, Hotel Mirage Taiba Madinah. Setelah makan siang, jamah harus sabar menunggu beberapa jam untuk bisa masuk kamar. Dengan sabar meski ada rasa gelisah karena sudah ingin segera beristirahat, para jamaah menunggu di ruang Lobby Hotel Mirage Taiba.        

Bersambung

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...