الثلاثاء، يوليو 31، 2012

Ketika Saya tak Bisa Tidur

Jam sepuluh lewat sepuluh malam. Belum ada tanda-tanda ingin tidur. Bahkan nampaknya sebaliknya, malam mini saya akan sulit tidur. Berbagai persoalan menggelayut di atas jidat. Stress berat. Di bawa tiduran gelisah, coba membaca apalagi, nggak yeng. Nonton siaran langsung olimpiade pun gak ada minat. Padahal sebenarnya saya paling suka siaran langsung pertandingan olah raga. Apalagi Simon Santoso sedang main melawan pemain Austria. Tapi tidak juga hati ini tertarik. Pertanda ada masalah yang melanda diri ini. Rasanya ada batu kerikil yang nyangkut di hati ini.

Selain itu, hari ini badan juga sebenarnya kurang dari siang tadi. Perut terasa kembung di hari ke sebelas puasa.  Bagian kecil dari ujian di bulan penuh ampunan. Agar tidak keterusan, saya minta dikerik sama istri. Setelah itu saya minum obat anti masuk angin. Mencoba untuk tidur namun tumben mata ini terasa menantang. Padahal biasanya jam Sembilan saja mata sudah kriyep-kriyep. Apa boleh buat, tantangan saya ladeni. Sebagai lelaki pantang untuk menyerah begitu saja.

Saya matikan televisi dan kemudian menyalakan laptop. Sambil menikmati teh hangat, sepuluh jari ini mulai menari-nari di atas keyboard. Lamat-lamat masih terdengar beberapa orang tetangga masih berbincang di tengah keheningan malam. Dari kejauhan suara tadarusan juga masih terdengar. Saya terus sibuk dengan tulisan ini.

Sebenarnya ada dua tema yang rencananya ingin saya tulis, yaitu tentang sikap PKS di Pilkada DKI putaran kedua dan juga tentang fenomena mudik yang sebentar lagi akan terjadi. Namun jujur saya akui, untuk menulis dua tema itu bukan perkara mudah. Tema pertama sudah mulai saya tulis. Namun berhenti di paragraf kedua. Sementara tema kedua, saya sudah kumpulkan beberapa referensi tentang mudik. Untuk menemukan kalimat pembuka saja sulitnya bukan main.

Kalau begitu pilihan yang paling logis adalah menyerah. Tidak usah menulis yang berat-berat dan sok pintar. Ngapain nambah-nambahin pikiran saja. Yayaya, pilihan paling logis memang menyerah. Tapi sekali lagi, saya ini pantang menyerah. Apalagi sebagai seorang (yang mengaku) penulis, tak ada kata menyerah. Hajar terus sampai bonyok. Memangnya apaan bonyok.

Untuk tema pertama saya akan cari referensi sebanyak mungkin agar tulisan tidak berhenti di tengah jalan. Sementara untuk tema kedua tentang mudik, referensi sudah cukup tinggal perlu dibaca lagi. Selanjutnya tulis dan tulis lagi. Tulis terus sampai selesai. Kapan pun dan di mana pun teruslah menulis. Termasuk ketika saya tak bisa tidur.

Terus bagaimana soal hati yang resah karena ada kerikil yang nyangkut? Oh itu insya Allah bisa diatasi meski butuh sedikit perjuangan. Di tanah Jawa sekian ratus tahun yang lalu, Sunan Kali Jaga telah mewariskan resep tombo ati, Obat Hati. Ya, resep yang termasyhur itu pernah dilantunkan oleh Opick dengan judul yang sama, Tombo Ati.

Tombo ati iku limo perkarane. Kaping pisan Moco Qur’an lan maknane, Kaping pindo solat wengi lakonono, Kaping telu wong kang soleh kumpulono , Kaping papat kudu weteng ingkah luweh, Kaping limo dzikir wengi ingkat suwe, Salah sawijine sopo biso ngelakoni, Mugi-mugi gusti Allah nyembadani.

Obat hati ada lima perkaranya. Yang pertama baca Qur’an dan maknanya, yang kedua solat malam dirikanlah, yang ketiga berkumpulah dengan orang soleh, yang keempat perbanyaklah berpuasa, yang kelima dzikir malam perpanjanglah. Salah satunya siapa bisa menjalani, moga moga Gusti Allah mencukupi.

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق

Daftar Bupati Purbalingga

DAFTAR BUPATI PURBALINGGA Foto: Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Purbalingga (medcom.id) Tahukah Anda, bupati Purbalingga saat ini y...